Selasa, 13 November 2012

Alhamdulillah Aku (Gagal) Menjadi Dokter


Sebenernya, bagaimana sih tahapan menjadi seorang dokter itu? Setelah kamu melalui hari-hari berat dengan buku-buku berat juga mata yang berat karena terlalu lama begadang pada masa perkuliahan, kamu akan diwisuda. Setelah diwisuda ini, kamu akan mendapat gelar S.Ked. di belakang namamu-inget! S.Ked di belakang nama, bukan dr. yang biasanya ditaruh di depan nama. Gelar dokter (dr.) itu baru akan disematkan di depan nama kamu setelah kamu menyelesaikan masa kepaniteraan di rumah sakit.  
Apa sih ko-ass itu? Mungkin, KO-ASS bisa dibilang Kumpulan Orang Selalu Salah. Kenapa selalu salah? Mungkin, bisa dibilang, apa yang kami lakukan selalu terasa salah, terutama untuk para konsulen. Sebagai “dokter pemula”, kami memang belum banyak memiliki jam terbang pada penanganan pasien. Jadi, kejadian dimarah-marahin oleh dokter spesialis di tempat ko-ass, misalnya karena salah menjawab, memang sudah menjadi makanan sehari-hari kami. Sebagai sarjana kedokteran, kami akan ditempatkan di rumah sakit untuk menyelesaikan 14 bagian spesialisasi atau yang biasa disebut dengan stase.  Kegiatan kami ya seperti layaknya petugas medis yang lain, kami memeriksa pasien, melakukan wawancara dengan pasien, membaca hasil foto, mengikuti operasi, hingga jaga bangsal. Semua kegiatan itu kami lakukan di bawah pengawasan, yaah, anggaplah bos kami, yang biasa disebut dengan konsulen.
Intinya, menjadi anak ko-ass itu susah-susah gampang. Kami banyak terbentur jadwal yang tidak pasti, mengingat orang sakit juga tidak pernah mengenal waktu. Kami juga terbentur jadwal operasi, jadwal poli, jaga bangsal, juga jadwal pacaran tentunya.
***
                “Dengan cara apa pekerjaan dokter membuat hidup kamu lebih baik? Dengan cara panggilan darurat malam? Dibayar murah, padahal kita sudah bekerja dengan segenap totalitas? Atau, dengan mudahnya seorang dokter dituduh melakukan malpraktik, padahal sebenarnya tidak? Atau, dengan kurangnya waktu tidur seorang dokter demi menyelamatkan nyawa orang lain?”
                “Kalau kamu pikir menjadi dokter itu jalan pintas menuju kekayaan, kalian salah besar, Dek! Jadi dokter itu tidak lebih dari sebuah pengorbanan dan pengalaman dalam bidang kemanusiaan. Kalau mau kaya, jangan jadi dokter, Dek, coba jadi pengusaha atau pebisnis. Kalau kalian bekerja jadi dokter hanya mengharapkan untuk cepat balik modal saat menolong pasien kalian akan berorientasi pada uang sehingga mengabaikan hal paling hakiki dari seorang dokter, yaitu nilai kemanusiaan.”
                “Carilah uang di luar pekerjaan kalian sebagai seorang dokter, jadikan dokter sebagai pengalaman kalian di dunia dan tabungan untuk di hari akhir kelak. Jangan pernah ambil uang dari pasien, Dek. Mereka tidak pernah meminta sakit, jangan kalian beratkan lagi dengan pengobatan mahal. Dibayar memang menjadi hak seorang dokter, tapi jika kalian mengobati pasien hanya untuk dibayar kalian akan merasa hidup kalian hampa. Karena, tepat di ditulah, nilai kemanusiaan kalian memudar.”
***
                Visit besar adalah kunjungan rutin ke pasien-pasien rawat inap bersama seluruh konsulen yang mengajar anak-anak ko-ass di departemen yang sedang mereka naungi. Mengapa visit besar ini harus disiapkan dengan sebaik-baiknya adalah karena poin penilaian dari visit ini lumayan besar untuk kelangsungan hidup sebagai anak ko-ass. Selama proses visit, konsulen akan banyak bertanya tentang penyakit yang di derita pasien. Oleh karena itu, mutlak hukumnya bagi anak ko-ass untuk mengulang semua materi perkuliahan tentang penyakit yang di derita si pasien.
                Biasanya, balada visit besar sudah dimulai dari malam menjelang visit besar keesokan harinya. Anak ko-ass sudah mulai sibuk mendata pasien apa saja yang sedang dirawat dan kemungkinan pertanyaan yang akan ditanyakan. Biasanya, proses koordinasi ini dilaksanakan oleh seluruh anak ko-ass yang kebagian jaga malam pada khususnya.
***
                Aku mulai frustasi dengan keadaan, berada di lingkungan rumah sakit bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Berhadapan dengan orang-orang yang sekarat, kesakitan, tangisan kehilangan, dan rintihan bukan sesuatu yang baik untuk dihadapi setiap hari. Menitikberatkan pada kata setiap hari tampaknya bukan sesuatu yang terlalu berlebihan.
                Sebagai pekerja rumah sakit, kami harus banyak berhadapan dengan hal-hal yang mungkin tidak semua orang dapat rasakan. Mata-mata yang tertekan, mata penuh pengharapan untuk sembuh. Siapa bilang memiliki pengetahuan lebih tentang kesehatan itu menyenangkan? Aku malah frustasi dan bikin stres. Bukan hal yang enak mengetahui kondisi pasien yang menurut teori buku, dengan kondisi pasien seperti itu harapan hidup sudah kecil. Namun, pada satu sisi, aku masih harus berhadapan dengan keluarga pasien dengan tatapan penuh harap bahwa sanak keluarganya akan sembuh.
                Dealing with sick people. . .sickening!
                Selain harus berhadapan dengan pasien, sebagai dokter muda, aku dihadapkan pada padatnya jadwal dan menumpuknya pekerjaan. Pada setiap bagian yang kami lalui, aku harus melewati banyak sekali presentasi kasus yang semuanya harus aku buat dalam bentuk power point, juga versi paper. Untuk bagian besar seperti bedah-selain dengan tugas-aku juga tidak bisa bernegosiasi dengan jadwal operasi dadakan dan pasien kecelakan yang tidak kenal waktu. Jadi, bagiku, dokter muda tidak pernah mudah.
                Jadwal bertemu keluarga menjadi langka, jadwal pacaran, apalagi. Sesekalinya, aku dan Bul memutuskan untuk berkomunikasi lewat Skype, tiba-tiba ada pasien baru. Tugas membuat referat membuat waktuku di komputer lebih banyak tersita pada website journal ketimbang balon messenger. Mau malam mingguan, terhalang jadwal jaga. Tidak banyak yang bisa dilakukan seorang dokter muda selain menerima nasib dan keadaan.
                Terkadang, orang menganggap bahwa sosok dokter di balik jas putihnya adalah sosok sempurna yang tidak memiliki kekurangan dan hidup bahagia. Bergelimangan harta dan tidak pernah salah. Terkadang, mereka terlalu menganggap dokter berlebihan, tanpa sadar bahwa dokter juga manusia biasa yang bisa saja salah. Memang, untuk menjadi seorang dokter, kami dituntut untuk tidak melakukan kesalahan sekecil apa pun dalam penanganan medis. Namun, untuk hal lain? Kami juga merasakan pahitnya jatuh cinta, menangis melihat pasien karena memang kondisi yang menyayat hati, kesal karena melewatkan konser band favorit, galau karena kangen dengan pacar, berantem dengan teman maupun pacar, bosan dengan rutinitas, dan tidak engerti materi hingga tidak selalu hafal resep obat.
                Yes, doctors are human, like the others.   
***
                Usai aku menutup netbook merah kesayanganku dengan sejuta rasa goyang yang berkecamuk, aku kembali dihadapkan pada kenyataan. Ya, dalam beberapa bulan ke belakang dan kurang lebih setahun ke depan, hidup nyataku memang menjalani ko-ass. Aku menjelma sebagai dokter muda yang harus selalu ramah di depan pasien dan berkomitmen tinggi demi ilmu medis. Seorang wanita yang tidak peduli seberapa perih hatinya harus tetap memberikan pelayanan terbaik bagi kesehatan masyarakat. Mengingat, tidak akan ada satu pun orang yang menaruh perhatian apa yang sedang terjadi pada diri kita. Di balik jas putih ini, aku adalah orang lain.

(Adapted from Novel Heart Emergency-Falla Adinda)
***

Selesai baca novel Heart Emergency, entah kenapa aku bersyukur atas kegagalanku masuk Fakultas Kedokteran dulu. Mungkin, ini jadi salah satu jawaban kenapa aku nggak ditakdirin jadi dokter. Dulu, aku emang pengen jadi dokter. Tapi keinginanku hanya sebatas karena aku suka sama profesi itu, kayaknya asik meriksa-meriksa orang, pakai alat-alat medis yang canggih, dll. Dalam pandanganku dokter itu keren, pintar, hebat. Aku tidak pernah tahu bagian pahitnya menjadi seorang dokter. Dan aku sadar sekarang, ternyata keinginan itu masih kurang kuat untuk melalui bagian pahitnya.

Buat yang pengen jadi dokter, berhenti sejenak, pikirkan ulang apa tujuan kalian ingin menjadi dokter! Semoga tujuan kalian memang mulia demi kemanusiaan J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar