Duduklah sebentar, aku ingin menceritakan kisah mereka. Kau
tahu Tegar? Ya, Tegar. Kalau bagi keponakannya-Anggrek, Sakura, Jasmine, dan
Lili-dia adalah paman yang hebat, super, dan keren, tapi tidak bagiku. Kalau
bagi Rosie dia adalah sahabat terbaik, tapi tidak bagiku. Kalau bagi Oma dia
adalah anak yang amat baik, tapi tidak bagiku. Kalau bagi bosnya dia adalah
aset terbaik perusahaan, tapi tidak bagiku. Terlepas dari itu semua, aku tidak
suka dengan dia. Dia banyak menyakiti Sekar, dan bahkan terkadang dia tidak
sadar. Entahlah, aku terlalu memikirkan Sekar memang.
Tegar jahat, ah tidak tidak, mungkin dia hanya bodoh. Tegar
bodoh. Sekar juga bodoh. Tidak, mereka sebenarnya tidak salah, hanya mungkin
cinta memang tidak pernah baik pada
mereka. Dan memang, sekali lagi, aku mengerti bahwa cinta tidak bisa dipaksakan.
Hati tidak memilih.
Dan Rosie? Dia sama bodohnya dengan mereka. Dia lemah, menurutku.
Permasalahan di antara mereka sebenarnya sederhana. Hanya
sebuah perasaan cinta yang terlalu besar tapi tidak sempat terungkapkan. Hanya
sebuah masa lalu yang sudah bisa berdamai tapi muncul lagi di saat yang tidak
tepat. Hanya sebuah fakta yang terungkap dan menggoyahkan segalanya yang sudah
baik-baik saja.
Andai saja Tegar berani mengungkapkan perasaannya pada Rosie,
mungkin cerita tidak akan pernah ada.
Bagaimana, klasik, ya? Begitulah. Aku yakin kalian sudah
bisa menebak bagaimana jalan cerita ini.
Ah, mari kita membahas yang lain saja. Aku tidak mau
bertambah dosa karena membicarakan orang lain :D
Kisah mereka menyesakkan. Hampir di setiap bagian. Bagian
paling menyesakkan bagiku justru awal kisah mereka. Saat-saat dimana mereka ada
di puncak Rinjani menyaksikan sunset. Bagian itu menurutku adalah the most galau dan nyesek. Dan bagian
paling tidak aku suka adalah ketika Tegar mendatangi Sekar sehari sebelum Sekar
bertunangan. Aku tidak tahu, sebenarnya apa maksudnya?
Tegar menceritakan kisah ini langsung. Dia menceritakan
sesuai dengan apa yang dia alami dengan sesekali mengajakku kembali ke masa
lalu untuk menceritakan bagian-bagian penting dari kisah mereka. Dia bisa
menjelaskan kepadaku detail tentang Gili Trawangan, tempat dulu dia tinggal.
Dia bisa menceritakan kejadian Bom Bali dengan sempurna, yaah, mungkin karena
kejadian itu menjadi bagian yang teramat penting juga untuk kisah mereka. Dia
menceritakan kisahnya dengan cara seperti
ini. Sama seperti bagaimana aku menceritakan kisah ini kepadamu.
Oma pernah berpesan kepada Tegar, “Dua puluh tahun yang akan
datang, kamu akan lebih menyesali apa yang tidak kamu kerjakan daripada apa
yang kamu kerjakan.” Bijak sekali, bukan? Aku yakin kamu tahu apa maksud
dibalik kata-kata itu.
Oh iya, ada lagi pernyataan yang bagiku perlu aku bagi
kepadamu. Ini dari seorang penyelam yang hebat yang kala itu ditemui Tegar saat
sedang diving di sekitar resor. Dia
juga seorang pendaki yang pernah memutuskan turun dari Puncak Jaya Wijaya
padahal hanya tinggal seratus meter lagi dan dia bisa berfoto untuk dipamerkan
kepada orang-orang bahwa dia pernah menaklukkan puncak tertinggi itu. Dia hanya
berkata, “Percaya atau tidak, membayangkan seperti apa hebatnya perasaan itu
akan jauh lebih hebat dibandingkan kalau aku benar-benar tiba di sana, bukan?
Bisa jadi aku kecewa setelah benar-benar tiba di sana, ternyata semua itu tidak
sehebat yang kubayangkan. Dengan mengurungkan menjejaknya walau tinggal
selangkah, semua itu akan membuat kenangan, bayangan dan pengharapan itu tetap
istimewa. Tetap hebat seperti yang kubayangkan.” Cara pandang yang unik, kan?
Dia juga mengatakan bahwa jauh lebih menyenangkan mengenang
sesuatu yang hanya selintas terjadinya, atau mengenang sesuatu yang sepantasnya
terjadi tapi tidak terjadi, meski kita bisa dengan mudah membuatnya terjadi. Aku
belum mengerti maksudnya, kamu bisa menjelaskan padaku?
Kamu capek mendengarkan ceritaku tentang kisah mereka? Mungkin
aku hanya bisa menceritakan secuil dari kisah panjang itu. Kalau kamu mau tahu
lebih banyak, mari ku antar ke toko buku. Dan sekarang kamu boleh pergi, terima
kasih sudah menemaniku duduk di sini untuk mendengarkan kisah mereka.
Tunggu tunggu, sebelum pergi, tidak ada salahnya menikmati empat puluh tujuh detik yang mengagumkan. Apa?
Kamu penasaran dengan maksud pernyataan ini? Kamu bisa menemukan di kisah
lengkap mereka :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar