Selasa, 09 April 2013

What Have I Learned From Mixed Taste?


Sampai detik ini, saya masih excited aja gara-gara kemarin habis nerima Mixed Taste. Diliatin terus,  dibaca berulang-ulang. Kalau ngelewatin meja tempat naruh Mixed Taste, nyempatin buat ngelirik, dan senyum sendiri. Hahaha. Iya, saya sadar kalau norak. Norak banget. Padahal ini cuma biasa aja, belum apa-apa. Padahal ini cuma sekedar membukukan cerpen—daripada berceceran dimana-mana. Padahal banyak juga temen-temen saya yang bisa melakukan hal yang sama. Tapi mau gimana lagi, emang serius saya seneng banget :p



Dari selesainya Mixed Taste ini, saya belajar banyak hal. Pertama, untuk meraih mimpi dibutuhkan kesabaran dalam berjuang.
Pas bikin Mixed Taste, saya baru bener-bener ngerasain itu. Iya, untuk mendapatkan apa yang kita inginkan kita harus berusaha. Untuk mencapai mimpi kita, sudah jelas, kita harus berjuang. Tapi ternyata berjuang aja butuh kesabaran. Sabar dalam berjuang, konsisten, agar nggak berhenti di tengah jalan.

Kedua, tidak ada sukses yang diraih secara instan. Semua step by step.
Menjadi penulis memang impian saya—sejak dulu. Saya bermimpi bisa menjadi penulis novel bestseller, yang bukunya udah tersebar di seantero Indonesia Raya. Yang novelnya diangkat ke layar lebar, kayak 5 cm dan perahu kertas gitu. Wkwkwk. Tapi kan nggak mungkin juga saya tiba-tiba cling jadi orang besar secara mendadak. Semua butuh proses. Mendaki gunung aja perlu waktu lama dan melelahkan, nggak bisa sekali kedip sampai puncak. Saya tahu apa yang saya lakukan ini belum seberapa. Mixed Taste ini baru secuil langkah kecil aja, baru permulaan. Yap, semua memang perlu proses, nggak bisa instan. Sama seperti kami sekarang yang masih harus nunggu. Siapa bilang kalau kuliah di STAN udah pasti langsung sukses? Di sini juga ada pahitnya, beroooo :( *ealah, malah curcol*  

Ketiga, kita akan lebih menghargai sesuatu yang didapat dengan pengorbanan daripada sesuatu yang didapatkan secara instan.
Sebenernya, sebelum Mixed Taste, saya sudah punya buku kumpulan cerpen. But, buku itu saya dapatkan dengan sangat mudah. Buku itu dibuat oleh seseorang tanpa sepengetahuan saya, yang tentu saja saya tidak memiliki andil apapun dalam pembuatan buku itu. Dia mengumpulkan cerpen-cerpen saya dan membuatnya dalam sebuah buku kumpulan cerpen. Waktu dikasih ke saya, semua sudah rapi dalam bentuk buku. Iya, sayang seneng banget waktu itu. Surprise. Tapi ternyata, yang kali ini saya lebih excited. Apa yang saya impikan, apa yang saya rencakanan, apa yang saya usahakan, dan akhirnya menjadi apa yang saya dapatkan. Serius deh, saya seneng pakai banget :”)

Keempat, kebanyakan orang cenderung melihat hasil akhir, bukan proses.
Hahaha, pas udah jadi bukunya, yang nodong minta buku gratisan sama saya banyak banget. Iya sih, meskipun saya tahu mereka hanya bercanda, mehehe. Kalau saya jadi mereka, saya pun akan melakukan hal yang sama.
FYI, kalau saya jadi penulis bestseller yang bisa dengan mudah bagi-bagi buku, saya mungkin bisa berbagi gratisan paling nggak ke temen-temen saya. Buuut, ini loh buku saya dijualnya secara online doang, yang saya sendiri harus bayar kalau mau mendapatkan buku itu :(
Nggak segampang itu saya mendapatkan buku ini :(

Kelima, ada hal yang tidak bisa dinilai dengan materi.
Kalau apa yang saya lakukan ini dinilai dengan materi, saya rugi. Rugi aja pake banget. Apa yang telah saya korbankan, tidak sesuai dengan apa yang akan saya dapatkan. Korban uang, korban waktu, capek. Bahkan untuk akomodasi pembuatan Mixed Taste ini, saya nggak minta uang dari orang tua. Saya pakai uang dari hasil ngajar. Dan materi yang akan saya dapatkan nanti belum tentu seberapa.
Kalau dari awal orientasi saya adalah materi, mending saya nggak nulis buku ini. Saya minta aja ke orang tua, insya Allah masih dikasih—mengingat royalti penulis buku itu sedikit. Tapi kan ini bukan masalah duitnya berapa, tapi masalah kepuasan. Dan saat Mixed Taste ini jadi, subhanallah, rasa senengnya udah lebih dari cukup. Kalau pun nanti saya bisa dapetin materi dari Mixed Taste ini, bagi saya itu adalah bonus dari apa yang saya tekuni selama ini.     

Duuuh, ini kenapa saya jadi berasa sok bijak gini. Wkwkwk. Serius nggak ada maksud apa-apa, saya cuma ingin berbagi tentang apa yang saya dapatkan. Dan karena saya telah merasakan gimana excitednya bisa punya buku sendiri, saya bener-bener berharap teman-teman saya juga merasakannya. Mbak Tewe, Tiara, Dewi, Kak Ririn, ah aku tahu seberapa banyak stock cerpen kalian. Daripada  cuma dianggurin di laptop, kalian bikin buku akan jauh lebih berharga. Dijamin deh! Buat temen-temen saya yang juga suka nulis, tetep nulis. Kalian pasti bisa punya buku sendiri J

Maaf kalau saya lebay dan norak sekali L   

Senin, 01 April 2013

Kala Aku Tiada


Gara-gara kemarin temenku ada yang meninggal, aku jadi kepikiran banyak hal. Ternyata hidup memang singkat banget, sesingkat jeda waktu adzan dan solat. Ternyata setiap saat setiap waktu sebenarnya kematian selalu mengintai. Aku bisa mati kapan saja, dan sayangnya aku tidak tahu kapan itu. Entah tahun depan, entah lusa, atau bahkan setelah menulis tulisan ini.

Aku jadi membayangkan, bagaimana jika aku meninggal? Apa yang akan terjadi di dunia ini jika aku sudah tidak ada? Apa yang akan terjadi dengan orang-orang yang aku tinggalkan? Apa yang akan terjadi dengan kamu? Apa kamu akan baik-baik saja?

Akankah berpengaruh besar untukmu atau sebenarnya ada tidaknya aku akan sama saja?

Akankah kamu menangis kehilangan atau justru tidak merasa apa-apa bahkan merasa lega karena tidak ada lagi aku?

Akankah kamu datang ke pemakamanku atau justru kamu tidak menyempatkan mengantarkanku karena kesibukanmu?

Akankah kebaikanku yang kamu bicarakan atau justru keburukanku?

Apa yang sekiranya akan aku tinggalkan untukmu? Sebuah kamar kosong? Setumpuk cerita manis yang masih pantas dikenang? Beban tanggungan yang belum sempat aku selesaikan? Atau sesuatu berharga yang masih bisa bermanfaat bahkan ketika aku sudah tiada?

Apakah kamu akan sibuk mengenangku setelah ini atau bahkan kembali beraktivitas seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa?

Apakah kamu akan membuka jejaring sosialku untuk sekedar mengingatku? Kalau ya, apa yang akan kamu temukan di sana? Sesuatu yang bernilai positif atau sebaliknya?

Seandainya tulisan ini aku tujukan buat kamu, dan seandainya saat kamu membaca tulisan ini aku benar-benar sudah tidak ada, apa yang akan terjadi denganmu? Bagaimana sekiranya aku akan kamu kenang?

Sejujurnya, aku ingin selalu ada bahkan ketika aku sendiri sudah tiada.