Kamis, 14 Agustus 2014

Curhat



Fathia meletakkan tasnya.Kebetulan dia tidak ada agenda apapun, jadi setelah kuliah sore selesai dia langsung pulang ke kos. Lumayan, kapan lagi punya waktu luang seperti ini.

“Di, keluar yuk. Suntuk gue,” katanya seraya merebah kan tubuh.

Diah nyengir. “Gue udah janjian ama Riki mau keluar makan.”

Pfft. Gini nih nasib punya teman berpacar. Dulu Fathia dan Diah selalu nyari makan bareng, tapi semua berubah semenjak Negara api menyerang.

“Pantesan udah mandi. Nasib ya punya sohib udah pada punya pacar.”
Diah menyemprotkan parfum ke tubuhnya. “Ya makanya buruan nyari. Idup lo sih habis di kampus doang, ck.”

“I don’t careeee. Gue mandi dulu, ntar nitip sekalian beliin makanan aja deh, jadi nggak napsu buat keluar.” Fathia beranjak menuju kamar mandi. Diah hanya terkikik geli.

***

Ponsel berwarna abu-abu itu berdering, layarnya berkelap-kelip menampakkan nama seseorang. Keanu.

“Hoi, kenapa, Ken?” seru Fathia.

“Sibuk nggak? Pengen ngobrol doing.”

Pengen ngobrol doang. Sebagai seseorang yang sudah berkiprah dalam dunia percurhatan, Fathia paham betul apa artinya.

“Alah gaya looo. Putri kenapa lagi?” Fathia langsung menyebutkan nama cewek yang sedang di-pdkt-in sama Ken.

Hehe, tahu aja lo.”

“Bentar gue nyari headset dulu.” Setelahnya, Fathia langsung grudak-gruduk bukain tas buat nyari headset. Nggak enak kalau harus ngobrol lama sambil nempelin ponsel ke telinga.

Bertepatan dengan itu, muncul Tari—tetangga sebelah kamar—ke kamar Fathia. “Fa, minjem setrikaan dong. Cieeee, yang mana lagi nih yang telepon,” goda Tari saat melihat Fathia sedang telepon.

Fathia memang sering ditelepon oleh orang-orang berbeda. Hari iniA, besok B, besoknya C. Kadang temen-temen kosan sampai mengadakan sayembara tebak siapa yang telepon Fathia. Ckck.

“Tuh,” kata Fathia cuek nunjuk tempat setrikaan. “Halo, Ken. Bentar ada gangguan.”

“Ntar balikin di situ lagi aja,” katanya pada Tari. Setelahnya, dia berlari keluar kamar. “Gimana gimana?” katanya pada Keanu.

“CIEEEEE,” Tari masih menggoda. “Gue nggak nguping kok, Fa.”

***

Bip! Satu BBM masuk.

Gunawan : Faaaaaaa
Fathia : Guuuuun
Gunawan : Udah makan?
Fathia : belum *tear* masih nunggu Diah pulang

Gunawan adalah teman semasa SMA yang sekarang melanjutkan kuliah di UNAIR. Gunawan sudah berpacar, namun dia masih sering menghubungi Fathia—di hari selain Sabtu Minggu. Fathia sebenernya tahu, Gunawan hanya menghubunginya kala merasa kesepian akibat LDR. Nyatanya, tiap Gunawan balik ke Jogja—which is pacarnya di Jogja—dia mendadak menghilang dari peredaran. Sama sekali tidak menghubungi Fathia.

Fathia sih fine aja.Toh selama ini, obrolan mereka hanya sekedar obrolan haha hihi. Obrolan pengusir sepi.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Diah masuk dengan muka jangan-tanya-apapun-gue-lagi-bete. Setelah menaruh satu bungkus tas plastik—mungkin berisi makanan pesanan Fathia—secara asal, Diah langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur, memeluk guling. Tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.
Fathia menghembuskan napas, dia tahu ini saatnya dia keluar dari kamar.

***

Fathia berada di lantai tiga kosannya. Di sini adalah tempat jemur baju, jadi tanpa atap. Tiap malam memang sering digunakan untuk nongkrong sambil nonton bintang. Untung saat ini sedang tidak ada siapa pun.

Fathia duduk tanpa alas, memeluk kedua lututnya dan menengadah. Memandang jutaan bintang di luar sana. 

Disadari atau tidak, akan ada banyak hal yang berubah saat satu per satu teman sudah memiliki pasangan. Waktu bersama dengan teman pasti akan berkurang. Biasanya hang out kemana-mana bareng, sekarang dia udah sama pacarnya. Kamu juga harus lebih banyak mengerti, jika pada akhirnya dia lebih banyak berbagi kepada pacarnya. Harus relas nyesek melihat  temen mesra-mesraan atau rela bingung bersikap saat mereka sedang berantem.  

Tidak ada manusia yang bisa terus kuat, begitu pun Fathia. Ia kadang merasa kesepian. Masih jomblo sedang yang lain sudah memiliki gandengan. Fathia memang memiliki banyak teman, yang curhat sama dia juga banyak. Tapi resikonya adalah, dia dianggap memiliki banyak teman dekat. Bersembunyi dibalik kata ‘teman’ untuk nyari aman, untuk dapat dekat dengan banyak orang.

“Kan lo tinggal milih. Mau sama yang mana? Hahaha.”

“Kayaknya lebih enak deketin yang udah punya pacar, saingannya jelas cuma satu. Pacarnya. Nah kalo ngedeketin elo, Fa, saingannya bejibun.”

Whatever they say. Fathia udah terlalu kebal dengan perkataan seperti itu. Mungkin orang-orang tidak pernah tahu bahwa cowok-cowok yang sering nelpon itu dalam rangka curhat, nyeritain cewek lain. Percuma juga menjelaskan semua itu ke orang-orang.

Tiba-tiba ponsel Fathia bergetar. Riki’s calling.

“Halo?”

“Fa, Diah udah tidur ya? Kok gue telepon nggak diangkat.”

“Mungkin. Dia begitu dateng langsung rebahan meluk guling. Gue lagi di atas sekarang.”

“Oh ya udah. Nitip dia ya, dia belum makan. Tadi kami belum sempet makan, dia udah minta pulang.”

“Okee.”

Sambungan dimatikan. Fathia tersenyum miris. Dia sendiri belum makan lhoo yaa, hahaha.
Jadi jomblo yang harus memahami banyak orang itu semacam kamu kedinginan tapi masih harus menyelimuti orang lain.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar