Fathia meletakkan
tasnya.Kebetulan dia tidak ada agenda apapun, jadi setelah kuliah sore selesai dia
langsung pulang ke kos. Lumayan, kapan lagi punya waktu luang seperti ini.
“Di, keluar yuk.
Suntuk gue,” katanya seraya merebah kan tubuh.
Diah nyengir.
“Gue udah janjian ama Riki mau keluar makan.”
Pfft. Gini nih
nasib punya teman berpacar. Dulu Fathia dan Diah selalu nyari makan bareng,
tapi semua berubah semenjak Negara api menyerang.
“Pantesan udah
mandi. Nasib ya punya sohib udah pada punya pacar.”
Diah menyemprotkan
parfum ke tubuhnya. “Ya makanya buruan nyari. Idup lo sih habis di kampus doang,
ck.”
“I don’t
careeee. Gue mandi dulu, ntar nitip sekalian beliin makanan aja deh, jadi nggak
napsu buat keluar.” Fathia beranjak menuju kamar mandi. Diah hanya terkikik geli.
***
Ponsel berwarna
abu-abu itu berdering, layarnya berkelap-kelip menampakkan nama seseorang.
Keanu.
“Hoi,
kenapa, Ken?” seru Fathia.
“Sibuk nggak? Pengen ngobrol doing.”
Pengen ngobrol
doang. Sebagai seseorang yang sudah berkiprah dalam dunia percurhatan, Fathia paham
betul apa artinya.
“Alah gaya looo.
Putri kenapa lagi?” Fathia langsung menyebutkan nama cewek yang sedang
di-pdkt-in sama Ken.
”Hehe, tahu aja lo.”
“Bentar gue nyari
headset dulu.” Setelahnya, Fathia langsung grudak-gruduk bukain tas buat nyari
headset. Nggak enak kalau harus ngobrol lama sambil nempelin ponsel ke telinga.
Bertepatan dengan
itu, muncul Tari—tetangga sebelah kamar—ke kamar Fathia. “Fa, minjem setrikaan
dong. Cieeee, yang mana lagi nih yang telepon,” goda Tari saat melihat Fathia sedang
telepon.
Fathia memang
sering ditelepon oleh orang-orang berbeda. Hari iniA, besok B, besoknya C.
Kadang temen-temen kosan sampai mengadakan sayembara tebak siapa yang telepon Fathia.
Ckck.
“Tuh,” kata
Fathia cuek nunjuk tempat setrikaan. “Halo, Ken. Bentar ada gangguan.”
“Ntar balikin
di situ lagi aja,” katanya pada Tari. Setelahnya, dia berlari keluar kamar. “Gimana
gimana?” katanya pada Keanu.
“CIEEEEE,” Tari
masih menggoda. “Gue nggak nguping kok, Fa.”
***
Bip! Satu
BBM masuk.
Gunawan : Faaaaaaa
Fathia :
Guuuuun
Gunawan : Udah
makan?
Fathia : belum
*tear* masih nunggu Diah pulang
Gunawan adalah
teman semasa SMA yang sekarang melanjutkan kuliah di UNAIR. Gunawan sudah berpacar,
namun dia masih sering menghubungi Fathia—di hari selain Sabtu Minggu. Fathia sebenernya
tahu, Gunawan hanya menghubunginya kala merasa kesepian akibat LDR. Nyatanya,
tiap Gunawan balik ke Jogja—which is pacarnya di Jogja—dia mendadak menghilang dari
peredaran. Sama sekali tidak menghubungi Fathia.
Fathia sih
fine aja.Toh selama ini, obrolan mereka hanya sekedar obrolan haha hihi. Obrolan
pengusir sepi.
Tiba-tiba pintu
kamar terbuka. Diah masuk dengan muka jangan-tanya-apapun-gue-lagi-bete. Setelah
menaruh satu bungkus tas plastik—mungkin berisi makanan
pesanan Fathia—secara asal, Diah langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur,
memeluk guling. Tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.
Fathia
menghembuskan napas, dia tahu ini saatnya dia keluar dari kamar.
***
Fathia berada
di lantai tiga kosannya. Di sini adalah tempat jemur baju, jadi tanpa atap.
Tiap malam memang sering digunakan untuk nongkrong sambil nonton bintang.
Untung saat ini sedang tidak ada siapa pun.
Fathia duduk
tanpa alas, memeluk kedua lututnya dan menengadah. Memandang jutaan bintang di
luar sana.
Disadari
atau tidak, akan ada banyak hal yang berubah saat satu per satu teman sudah
memiliki pasangan. Waktu bersama dengan teman pasti akan berkurang. Biasanya
hang out kemana-mana bareng, sekarang dia udah sama pacarnya. Kamu juga harus
lebih banyak mengerti, jika pada akhirnya dia lebih banyak berbagi kepada
pacarnya. Harus relas nyesek melihat temen
mesra-mesraan atau rela bingung bersikap saat mereka sedang berantem.
Tidak ada
manusia yang bisa terus kuat, begitu pun Fathia. Ia kadang merasa kesepian.
Masih jomblo sedang yang lain sudah memiliki gandengan. Fathia memang memiliki
banyak teman, yang curhat sama dia juga banyak. Tapi resikonya adalah, dia
dianggap memiliki banyak teman dekat. Bersembunyi dibalik kata ‘teman’ untuk
nyari aman, untuk dapat dekat dengan banyak orang.
“Kan lo
tinggal milih. Mau sama yang mana? Hahaha.”
“Kayaknya
lebih enak deketin yang udah punya pacar, saingannya jelas cuma satu. Pacarnya.
Nah kalo ngedeketin elo, Fa, saingannya bejibun.”
Whatever
they say. Fathia udah terlalu kebal dengan perkataan seperti itu. Mungkin
orang-orang tidak pernah tahu bahwa cowok-cowok yang sering nelpon itu dalam
rangka curhat, nyeritain cewek lain. Percuma juga menjelaskan semua itu ke
orang-orang.
Tiba-tiba
ponsel Fathia bergetar. Riki’s calling.
“Halo?”
“Fa, Diah udah tidur ya? Kok gue telepon
nggak diangkat.”
“Mungkin.
Dia begitu dateng langsung rebahan meluk guling. Gue lagi di atas sekarang.”
“Oh ya udah. Nitip dia ya, dia belum makan.
Tadi kami belum sempet makan, dia udah minta pulang.”
“Okee.”
Sambungan
dimatikan. Fathia tersenyum miris. Dia sendiri belum makan lhoo yaa, hahaha.
Jadi jomblo
yang harus memahami banyak orang itu semacam kamu kedinginan tapi masih harus
menyelimuti orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar