Katanya, orang LDR itu justru banyak kangennya dan tiap ketemu bisa quality time. Sepertinya ini terjadi pada saya. Karena komunikasi lebih sering lewat tulisan, jadi lebih mudah pula mengungkapkan perasaan. Lebih sering bilang kangen, lebih sering bilang sayang. Kalau ketemu juga seringnya isinya manis-manis, entahlah mungkin karena masih menuju tahun ketiga pernikahan. Tapi semoga seterusnya begini.
Dan, mumpung lagi ketemu suami. Sekalian ngasih suratnya, hehe. Here it is. Begitu baca suami malah ngeciein dan lanjut ketawa, tapi setelahnya, "Sini, kucium." Lalu cium kening lama. Moon maap para single. Hehehe.
Untuk Mas Dian, ayahnya Uwais yang superb.
Masih inget nggak, Mas, waktu dimana kita bener-bener bingung harus mengambil banyak pilihan di waktu yang singkat? Sampai rasanya mbuh banget waktu itu. Dengan kondisiku masih mual muntah karena awal kehamilan dan kamu sariawan parah sampai demam. Waktu itu kita nangis bareng di dapur kontrakan, lalu ketawa karna udah saking bingungnya nggak tahu harus gimana. Menyedihkan sekali rasanya waktu itu, tapi alhamdulillah semua sudah terlewati.
Aku pernah bilang kepada seorang teman, "Nggak ngerti lagi apa jadinya kalau nggak ada Mas Dian. Nggak ngerti lagi apa jadinya kalau suamiku bukan Mas Dian." Dan aku pernah bilang sama kamu, "Aku dititipi Uwais, karena suamiku kamu."
Ya, Allah mentipkan Uwais yang spesial di rahimku, karena aku didampingi suami yang juga spesial. Dan itu, kamu.
Perjalanan kehamilan kemarin bukan sesuatu yang mudah, tapi denganmu, aku bisa melewatinya. Yaaa, meski penuh dengan air mata, wkwk.
Terima kasih telah sabar. Terima kasih sudah mengatakan, "Ditanya apa sama orang-orang? Kalau ada yang aneh-aneh bilang, ya!" Hanya demi menjaga agar hatiku tidak disakiti oleh omongan orang. Kamu tau lah, aku anaknya memang super sensitif.
Terima kasih sudah jadi suami dan ayah yang penyayang dan ngemong banget. Terima kasih sudah selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga. Terima kasih sudah selalu mengutamakan agama setiap mengambil tindakan. Terima sudah rela PP Jakarta-Jogja tiap minggu Demi aku. Terima kasih kemarin sudah rela PP bintaro-jakpus-bintaro-jakpus lagi cuma demi nganterin istrinya ke kampus. Kamu rela berkorban banget demi nyenengin istri, nggak paham lagi ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
Sehat-sehat terus ya, Mas. Kehilanganmu adalah ketakutan terbesarku saat ini. Cukuplah Uwais yang duluan ke surga, Mas jangan dulu. Sama-sama aku dulu di dunia. Dan semoga kelak, kita juga sama-sama di surga. Berkumpul lagi satu keluarga.
I love you, Mas Dian. Cieee. Wkwkwk.
Yaaa begitulah isi suratnya hehehe. Saya merasakan bahwa kehadiran Uwais, semakin menguatkan cinta saya pada suami #CIEEE.
Uwais adalah anugerah indah bagi kami. Anak yang kuat, anak yang penurut, anak soleh yang insha Allah sudah menunggu di surga. Betapa saya terkagum dengannya yang mendengarkan seluruh afirmasi positif saya. Sejak dalam kandungan hingga dia tiada.
"Uwais, ayah sama ibuk jangan dilimpe (ditinggal pergi tanpa pamit) ya, Le," pesan saya ketika melihat kondisinya sudah semakin menurun, tapi kami terlalu lelah dan ngantuk. Saya tidur sebentar, lalu bangun. Dia ngompol, lalu saya gantiin, saya lap pula tubuhnya biar seger, sekalian ganti baju. Setelahnya dia gumoh, lalu saya angkat, saya timang-timang, dan tak lama setelahnya, seusai subuh dia kembali ke pangkuan-Nya. Betapa di detik-detik terakhir pun dia masih menuruti apa yang saya minta. Entahlah bagaimana rasanya jika dia meninggal saat kami tertidur.
Ah, jadi rindu. Hehehe. Allah begitu luar biasa. Dan NHW #3 ini benar-benar bikin baper. Hahaha.
Well, saya rasa cukup haru birunya. Next, masih ada dua poin ya harus dibahas di NHW #3. Yaitu potensi diri. Kata orang batas toleransi saya itu tinggi. Jadi apa yang membuat orang tersinggung, belum tentu membuat saya tersinggung. Ya sih, saya ini nggak bisa marah, bisanya diam memendam. Lalu nangis, eh. Hehe. Saya punya empati tinggi, perasa, peduli dengan orang lain. Dan ini membuat saya selalu ingin membahagiakan semua orang. Saya sering menjadi orang yang dicurhati banyak orang. Di keluarga juga. Ibu jika ingin menasehati adek, pasti minta saya. Adek jika ingin ini itu, pasti minta tolong saya buat ngomong ke bapak ibu. Dan di keluarga besar juga seperti itu. Saya termasuk orang yang sering diminta tolong, terutama juga dalam hal finansial. Alhamdulillah suami pun mendukung.
Dalam half finansial ini, sebenarnya ada yang ingin saya ubah cara pandangnya dari keluarga dan lingkungan saya. Keluarga saya sebagian besar PNS, dan masih beranggapan bahwa sukses itu ya jadi PNS. Selepas kuliah ya harus kerja. Jadi perempuan ya tetap harus mandiri secara finansial.
Ini yang sebenarnya ingin saya ubah, saya ingin keluarga besar saya menghargai bahwa perempuan yang sekolah tinggi dan bercita-cita menjadi ibu rumah tangga pun tidak layak untuk dipandang sebelah mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar