Adaptasi bagi seorang Hanif Amanati adalah proses yang tidak
pernah mudah. Bukan pembenaran, tapi memang untuk orang dengan karakteristik MBTI
Judging, they prefer more structured and decided lifestyle. Tertekan pada
situasi yang berubah-ubah. Susah tune in, tapi sekali bisa tune in, susah
lepasnya.
Sejak memutuskan hijrah ke Bintaro, sebenarnya sudah bisa
diperkirakan bahwa hidup tidak akan semudah di Gunungkidul. Adaptasi daerah.
Adaptasi aktivitas. Memulai lagi (kuliah) setelah sekian lama vakum (6 tahun)
ternyata bukan sesuatu hal yang mudah. Setelah berbeda status, tanggungjawab,
dan orientasinya. Ditambah tidak ada teman yang dikenal—bagi seorang introvert,
it’s mean too much. Dan lagi harus ditambah drama-drama karena sempat cuti
kuliah, misalnya: harus bawa-bawa kursi tiap mau masuk kuliah karena kursi tiap
kelas terbatas hanya 40. Mayaaann.
Sudah bisa dipastikan, akan banyak perjuangan di sini. Akan
semakin sedikit waktu untuk melakukan hal yang sangat menyenangkan, yaitu
tidur. Bhahak.
Tapi, bukankah ciri makhluk hidup adalah beradaptasi? So,
enjoy the proses. Memulai memang berat, tapi masih lebih berat menyelesaikan
apa yang sudah dimulai.
Alhamdulillahnya, ada banyak hal yang membuat proses
adaptasi saya menjadi mudah. Pertama, Mas Dian. Dah lah, apalah aku tanpanya.
Wkwkwk. At least, Bintaro terasa rumah karena ada Mas Dian. Kedua, kontrakan
yang nyaman. Betahlah saya nggak keluar rumah seharian, uhuuuyyy. Sebelas
duabelas dengan suasana di Gunungkidul, sooo nggak terlalu sulit beradaptasi.
Ketiga, dapet hibahan buku dari Iput. Alhamdulillah, membantu proses kuliah
saya karena tidak perlu direpotkan dengan drama nyari pinjeman buku. Keempat,
Allah kasih teman-teman yang Alhamdulillah bisa langsung nemu chemistry dari
awal kenalan. Masya Allah. Kelima, waktu luang. Mmmm, sebenarnya tidak
luang-luang amat sih, tapi bisa menghabiskan lebih banyak waktu di rumah adalah
hal yang harus banget disyukuri dan dinikmati selama dua tahun ini.
Terlepas dari itu semua, Allah lah yang memberi kemudahan.
Allah yang membuat saya langsung merasa Bintaro ini daerah sendiri, beda dengan
pertama kali di Semarang yang merasa sangat asing. Allah yang membuat saya
tidak pernah tertidur saat kuliah (dulu waktu D1 soalnya sering ketiduran,
hahah) padahal ya sekarang aktivitas fisik lebih banyak, tidur lebih malam. Dan
yang terpenting, Allah beri semangat kepada saya untuk belajar. Huhu. Terharu,
dibandingkan yang lain yang masih muda dan bersemangat, saya yang paling tua di
kelas ini paling tidak masih punya kemauan untuk belajar. Wkwk.
Selamat be-la-jar!