Rabu, 26 September 2018

Adaptasi yang (Tidak Pernah) Mudah


Adaptasi bagi seorang Hanif Amanati adalah proses yang tidak pernah mudah. Bukan pembenaran, tapi memang untuk orang dengan karakteristik MBTI Judging, they prefer more structured and decided lifestyle. Tertekan pada situasi yang berubah-ubah. Susah tune in, tapi sekali bisa tune in, susah lepasnya.

Sejak memutuskan hijrah ke Bintaro, sebenarnya sudah bisa diperkirakan bahwa hidup tidak akan semudah di Gunungkidul. Adaptasi daerah. Adaptasi aktivitas. Memulai lagi (kuliah) setelah sekian lama vakum (6 tahun) ternyata bukan sesuatu hal yang mudah. Setelah berbeda status, tanggungjawab, dan orientasinya. Ditambah tidak ada teman yang dikenal—bagi seorang introvert, it’s mean too much. Dan lagi harus ditambah drama-drama karena sempat cuti kuliah, misalnya: harus bawa-bawa kursi tiap mau masuk kuliah karena kursi tiap kelas terbatas hanya 40. Mayaaann.

Sudah bisa dipastikan, akan banyak perjuangan di sini. Akan semakin sedikit waktu untuk melakukan hal yang sangat menyenangkan, yaitu tidur. Bhahak.

Tapi, bukankah ciri makhluk hidup adalah beradaptasi? So, enjoy the proses. Memulai memang berat, tapi masih lebih berat menyelesaikan apa yang sudah dimulai.

Alhamdulillahnya, ada banyak hal yang membuat proses adaptasi saya menjadi mudah. Pertama, Mas Dian. Dah lah, apalah aku tanpanya. Wkwkwk. At least, Bintaro terasa rumah karena ada Mas Dian. Kedua, kontrakan yang nyaman. Betahlah saya nggak keluar rumah seharian, uhuuuyyy. Sebelas duabelas dengan suasana di Gunungkidul, sooo nggak terlalu sulit beradaptasi. Ketiga, dapet hibahan buku dari Iput. Alhamdulillah, membantu proses kuliah saya karena tidak perlu direpotkan dengan drama nyari pinjeman buku. Keempat, Allah kasih teman-teman yang Alhamdulillah bisa langsung nemu chemistry dari awal kenalan. Masya Allah. Kelima, waktu luang. Mmmm, sebenarnya tidak luang-luang amat sih, tapi bisa menghabiskan lebih banyak waktu di rumah adalah hal yang harus banget disyukuri dan dinikmati selama dua tahun ini.

Terlepas dari itu semua, Allah lah yang memberi kemudahan. Allah yang membuat saya langsung merasa Bintaro ini daerah sendiri, beda dengan pertama kali di Semarang yang merasa sangat asing. Allah yang membuat saya tidak pernah tertidur saat kuliah (dulu waktu D1 soalnya sering ketiduran, hahah) padahal ya sekarang aktivitas fisik lebih banyak, tidur lebih malam. Dan yang terpenting, Allah beri semangat kepada saya untuk belajar. Huhu. Terharu, dibandingkan yang lain yang masih muda dan bersemangat, saya yang paling tua di kelas ini paling tidak masih punya kemauan untuk belajar. Wkwk.

Selamat be-la-jar!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar