Selasa, 14 Mei 2013

Surau Tak Berpenghuni

Pak Solikhin said, "Masjid Jami' Nuraini itu masjid paling luas di Desa Playen."

Me (spelling by heart) : "Tapi sekaligus menjadi masjid paling sepi se-Desa Playen."

Hakdes! Miris banget :/

Jujur, saya udah lama banget nggak ke masjid. Bukannya nggak sempat, tapi karena memang tidak menyempatkan. Beberapa waktu ini, rasa-rasanya saya udah nggak inget lagi sama masjid. Udah sama sekali nggak kepikiran gitu sama keadaan masjid. Whateva! Masa bodoh! Tapi barusan, baru aja pas ikut pengajian tadi, saya kembali diingatkan dengan keinginan di masa lalu yang sekarang sudah nggak tahu dimana.

Terus apa korelasi antara inget masjid dengan kadar kerajinan saya dalam menulis? Means, saya mendadak niat banget nulis. Jam segini. Jamnya orang ronda pun udah pulang.

Entah kenapa tadi waktu di masjid, tiba-tiba langsung muncul judul "Surau Tak Berpenghuni" di kepala saya. And now, I wanna share what have I thought.

Why? Kenapa saya langsung kepikiran surau tak berpenghuni? Saya menyoroti dari dua hal. Pertama, nggak ada orang. Nggak ada orang dalam artian nggak ada remajanya. Yes! Remaja masjidnya udah nggak tahu apa kabarnya. Saya pun udah nggak inget siapa ketua terakhir yang menjabat. Yang jelas, tadi yang datang ke pengajian, sebagian besar bapak-bapak ibu-ibu para pinisepuh. Remajanya? Duuuh, nggak udah ditanya lah, bisa diitung pakai jari. Padahal kan akan lebih kece kalau yang ngurusin pengajian itu adalah remaja. Tapi tapi tapi, kenyataannya mulai dari rapat persiapan, urusan kerja bakti, among tamu, urusan snack, urusan dekorasi tempat, sampai urusan bersih-bersih pasca pengajian semua dihandle orang tua. Entah karena saya memang nggak tahu karena nggak berangkat, atau memang karena remaja masjidnya beneran nggak ada.

Oke, dari sekian banyak jamaah yang dateng tadi, remaja paling cuma sepersepuluh. Bahkan, saya kesulitan nyari temen. Nggak ada remaja cewek yang seusiaan sama saya. Yang ada tadi cuma Tata (1 SMA), Eli (1 SMA), Diva (1 SMA) yang bertugas jagain snack. Mas Wahyu (25 th) dan Mas Angger (23 tahun) yang bantuin di belakang. Rudi (2 STM), Yadi dan Yanto (3 SMP) yang jadi tukang jaga kabel sama sound sistem. Mbak Risma (2x tahun) yang tadi dateng telat--saya nggak sempet ketemu--dan langsung ikutan Mas Wahyu sama Mas Angger. Dan pas selesai pengajian, saya udah nggak nemuin mereka lagi. Pliisss coy, gue kan jadi keliatan sok rajin gitu? Pfft.

Terus apa kabar sama cowok-cowok yang rame banget di tongkrongan pos ronda tiap malem itu? Emang ya, kalau disuruh pokeran, tanpa snack dan tanpa undangan pun yang minat banyak, tapi giliran disuruh dateng pengajian? Mau dikasih snack gratis dan dihalo-haloin sampai speaker jebol juga yang dateng nggak sebanyak kalau ada hiburan dangdutan.

Kedua, nggak ada kegiatan. Remaja masjid sudah pasti dicoret. Udah pingsan. Nggak jalan. Nggak ada kegiatan. Eh, sekarang ikut-ikutan TPA juga berhenti. Syedih sekali T-T
saya terakhir ikut TPA adik-adik waktu ramadhan tahun kemarin. Setelahnya saya nggak tahu TPA masih jalan atau nggak--karena saya kuliah--tapi yang jelas, sekarang TPA udah nggak ada. So? Masjid kosong. Paling pol kegiatan cuma solat jamaah--yang shafnya sebaris aja nggak penuh. Jangan harap ada suara tadarusan dari masjid. Nggak. Dari dulu emang jarang banget!

Mendadak kangeeeeen banget sama panggilan dari speaker masjid : "Kepada santriwan-santriwati TPA Masjid Jami' Nuraini untuk segera datang ke masjid, karena sudah ditunggu teman-temannya."
Dulu seminggu dua kali denger panggilan itu. Sekarang sepi.

Duuuhh, kapan coba bisa punya masjid idaman? Yang ada remaja masjid yang aktif, banyak kegiatan, TPA jalan, pengajian orang tua juga jalan. Kan syahdu sekali membayangkan seperti itu.

Yap, bener! Membayangkan. Karena jujur, kalau saya disuruh bergerak sekarang udah terlanjur males.  



Related post : Aku, Mereka, dan Masjid Kami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar