Pak Solikhin said, "Masjid Jami' Nuraini itu masjid paling luas di Desa Playen."
Me (spelling by heart) : "Tapi sekaligus menjadi masjid paling sepi se-Desa Playen."
Hakdes! Miris banget :/
Jujur,
saya udah lama banget nggak ke masjid. Bukannya nggak sempat, tapi
karena memang tidak menyempatkan. Beberapa waktu ini, rasa-rasanya saya
udah nggak inget lagi sama masjid. Udah sama sekali nggak kepikiran gitu
sama keadaan masjid. Whateva! Masa bodoh! Tapi barusan, baru aja pas
ikut pengajian tadi, saya kembali diingatkan dengan keinginan di masa
lalu yang sekarang sudah nggak tahu dimana.
Terus apa korelasi
antara inget masjid dengan kadar kerajinan saya dalam menulis? Means,
saya mendadak niat banget nulis. Jam segini. Jamnya orang ronda pun udah
pulang.
Entah kenapa tadi waktu di masjid, tiba-tiba langsung
muncul judul "Surau Tak Berpenghuni" di kepala saya. And now, I wanna
share what have I thought.
Why? Kenapa saya langsung kepikiran
surau tak berpenghuni? Saya menyoroti dari dua hal. Pertama, nggak ada
orang. Nggak ada orang dalam artian nggak ada remajanya. Yes! Remaja
masjidnya udah nggak tahu apa kabarnya. Saya pun udah nggak inget siapa
ketua terakhir yang menjabat. Yang jelas, tadi yang datang ke pengajian,
sebagian besar bapak-bapak ibu-ibu para pinisepuh. Remajanya? Duuuh,
nggak udah ditanya lah, bisa diitung pakai jari. Padahal kan akan lebih
kece kalau yang ngurusin pengajian itu adalah remaja. Tapi tapi tapi,
kenyataannya mulai dari rapat persiapan, urusan kerja bakti, among tamu,
urusan snack, urusan dekorasi tempat, sampai urusan bersih-bersih pasca
pengajian semua dihandle orang tua. Entah karena saya memang nggak tahu
karena nggak berangkat, atau memang karena remaja masjidnya beneran
nggak ada.
Oke, dari sekian banyak jamaah yang dateng tadi,
remaja paling cuma sepersepuluh. Bahkan, saya kesulitan nyari temen.
Nggak ada remaja cewek yang seusiaan sama saya. Yang ada tadi cuma Tata
(1 SMA), Eli (1 SMA), Diva (1 SMA) yang bertugas jagain snack. Mas Wahyu
(25 th) dan Mas Angger (23 tahun) yang bantuin di belakang. Rudi (2
STM), Yadi dan Yanto (3 SMP) yang jadi tukang jaga kabel sama sound
sistem. Mbak Risma (2x tahun) yang tadi dateng telat--saya nggak sempet
ketemu--dan langsung ikutan Mas Wahyu sama Mas Angger. Dan pas selesai
pengajian, saya udah nggak nemuin mereka lagi. Pliisss coy, gue kan jadi
keliatan sok rajin gitu? Pfft.
Terus apa kabar sama cowok-cowok
yang rame banget di tongkrongan pos ronda tiap malem itu? Emang ya,
kalau disuruh pokeran, tanpa snack dan tanpa undangan pun yang minat
banyak, tapi giliran disuruh dateng pengajian? Mau dikasih snack gratis
dan dihalo-haloin sampai speaker jebol juga yang dateng nggak sebanyak
kalau ada hiburan dangdutan.
Kedua, nggak ada kegiatan. Remaja
masjid sudah pasti dicoret. Udah pingsan. Nggak jalan. Nggak ada
kegiatan. Eh, sekarang ikut-ikutan TPA juga berhenti. Syedih sekali T-T
saya
terakhir ikut TPA adik-adik waktu ramadhan tahun kemarin. Setelahnya
saya nggak tahu TPA masih jalan atau nggak--karena saya kuliah--tapi
yang jelas, sekarang TPA udah nggak ada. So? Masjid kosong. Paling pol
kegiatan cuma solat jamaah--yang shafnya sebaris aja nggak penuh. Jangan
harap ada suara tadarusan dari masjid. Nggak. Dari dulu emang jarang
banget!
Mendadak kangeeeeen banget sama panggilan dari speaker
masjid : "Kepada santriwan-santriwati TPA Masjid Jami' Nuraini untuk
segera datang ke masjid, karena sudah ditunggu teman-temannya."
Dulu seminggu dua kali denger panggilan itu. Sekarang sepi.
Duuuhh,
kapan coba bisa punya masjid idaman? Yang ada remaja masjid yang aktif,
banyak kegiatan, TPA jalan, pengajian orang tua juga jalan. Kan syahdu
sekali membayangkan seperti itu.
Yap, bener! Membayangkan. Karena jujur, kalau saya disuruh bergerak sekarang udah terlanjur males.
Related post : Aku, Mereka, dan Masjid Kami
Tidak ada komentar:
Posting Komentar