Selasa, 31 Juli 2012

Bukan Diriku (cerpen)

Yuhuuuu, ini sebenernya ada sequel dari cerpen Ku Cinta Kau dan Dia, bagi yang belum baca bisa buka link ini http://www.facebook.com/notes/hanifa-amanati/ku-cinta-kau-dan-dia-cerpen/225182650828456

Enjoy this story :)


Bukan Diriku

Setelah kupahami
Ku bukan yang terbaik
Yang ada dihatimu

Tak dapat ku sangsikan
Ternyata dirinyalah
Yang mengerti kamu
Bukanlah diriku
***

Surat Untuk Calon Pemilik Hati



Teruntuk calon suamiku, yang semoga senantiasa dirahmati Allah.

Aku tahu, engkau tahu kalau cinta adalah anugerah. Kita tidak pernah tahu kapan cinta datang dan akan kepada siapa cinta itu kita berikan. Dan begitulah yang terjadi padaku saat ini.

Maafkan aku, calon imamku, kini aku memendam perasaan itu kepada seseorang yang belum tentu itu dirimu. Maafkan aku jika aku masih sering mencuri-curi pandang ke arahnya. Maafkan aku jika aku tidak bisa mengatur frekuensi detak jantungku saat dia menggodaku. Maafkan aku jika aku tidak bisa menahan bibirku untuk tidak tersenyum saat dia memujiku. Sungguh, hati wanita memang lemah dan Allah selalu menguji tepat di bagian itu.

Calon suamiku, maafkan aku jika aku masih belum bisa seutuhnya menjaga hati ini untukmu. Aku hanya bisa berharap, jika memang kelak dia adalah dirimu maka aku yakin Allah akan mempertemukan kita di saat yang tepat dengan cara terindah. Tapi jika memang bukan, maka biarkanlah perasaan ini hanya aku dan Allah yang tahu. Sungguh, bukan hal yang mudah menahan perasaan ini, tapi untukmu. . .aku akan berusaha. Jika memang rasa ini tidak pada tempatnya, aku hanya berharap ia akan hilang seiring berjalannya waktu.

Aku tahu masih banyak cela dalam diri ini. Aku akan berusaha untuk istiqomah menjaga hati ini, hingga saat tiba waktunya nanti aku akan siap mempersembahkan hati ini seutuhnya untukmu.

Kamar Kos, 30 Juli 2012

Rabu, 25 Juli 2012

Ketika Status Menggalaukanku




Kayaknya membicarakan satu kata ini emang nggak ada habisnya. Gue pernah bikin note dan cerpen khusus tentang masalah ini, tapi toh hasrat untuk membahas satu kata ini selalu muncul. Oh iya sebelumnya, gue lagi macak orang kota nih, jadi maklumin aja yee kalau pakai gue-elo.

Dalam note dan cerpen gue, gue muncul dengan segala argumen tentang status yang kayaknya emang sedang jadi trendsetter ini. Saking (kelihatannya) kekeuh banget sama status jomblo, sampai-sampai ada seseorang yang bilang kalau ilmu jomblo gue udah expert banget =.=

Tapi kemudian, gue jadi mikir, bisakah gue membuktikan minimal satu argumen ‘jomblo adalah pilihan’. Karena kenyataannya, gue belum pernah terjebak dalam suatu kondisi dimana prinsip kejombloan gue benar-benar tergoyahkan.

Selama ini, gue selalu berada dalam kondisi yang memiliki pengontrol untuk tetap berada dalam fase bebas (ehem, jomblo is freedom katanya). Entah itu karena gue nggak suka sama dianya. Entah itu karena dua hati yang sebenarnya saling menunggu, lama, tapi akhirnya mati tanpa tahu T-T
Entah itu karena gue suka tapi cuma diam-diam. Entah itu karena suka-sama-suka tapi dianya udah nggak sendiri (jangan ditiru yaaa). Entah itu karena sama-sama-suka tapi dianya telat nembak. Atau etcetera lah. Yang jelas, semua kondisi yang gue alami belum pernah BENAR-BENAR menggoyahkan status gue.

Nah, yang jadi pertanyaan adalah semisal ada kesempatan yang sangat amat memungkinkan dan gue udah sama-sama nyaman dengan seseorang, apakah iya gue tetep bisa MEMILIH untuk jomblo?

Sekarang gue jadi baru bener-bener ngerti maksud dari ‘jomblo itu nasib, kalau single itu prinsip’. Kata seseorang, jomblo itu nggak pacaran karena belum ada kesempatan, tapi single itu nggak pacaran karena dia memang berprinsip.

Sebagai sebuah analisa (egila bahasa gue sok amat), gue ambil kasus yang baru-baru ini gue alami. Kemarin gue sempet berada dalam kondisi dimana berat untuk berkata ‘tidak’ #ciieee #sok
Nggak berat-berat amat juga sih, cuma pas habis bilang ‘tidak’ itu rasanya jadi pengen nangis. Huaaaaa, gue pengen lebay nih jadinya. Saat itu gue baru sadar, kalau ternyata mempertahankan status jomblo juga bukan hal yang mudah. Oke, singkat cerita akhirnya gue bilang ‘tidak’. Dan singkat cerita, gue masih jomblo.

Yang jadi pertanyaan dari kondisi di atas : gue ini jomblo apa single?

Gue beneran bingung dengan prinsip apa yang sebenernya gue pegang selama ini. Sumpah, beneran deh saat ini gue mendadak galau #pfft.

Gue bukan tipe orang yang anti sama pacaran. Toh, nyatanya gue juga kadang pengen punya pacar.

Kalau gue dibilang single hanya karena kondisi yang udah pernah gue alami, bagi gue itu masih kurang menantang. Gue sekarang malah pengen diuji berada dalam kondisi yang benar-benar menggoyahkan status gue. Gue cuma pengen lihat, apa iya gue masih bisa tetep memilih sendiri?

Kesimpulan dari obrolan nggak jelas ini adalah gue sebenernya masih labil. Masih sangat amat labil. Noh, nyatanya gue belum tahu kan harus berpegang sama prinsip yang mana. Let it flow? Duh, klasik ini klasik -___-

*5 menit kemudian*

Oke, gini aja. Pada akhirnya, setelah garuk-garuk tengkuk, gue menetapkan untuk membuktikan argumen gue sendiri : jomblo adalah pilihan, gue jomblo karena memilih jomblo bukan karena nggak bisa punya pacar. Gue pengen jadi high quality jomblo #fight.

Eits, ini gue bicara dalam konteks pacaran, bukan nikah. Kalau nikah sih gue setuju-setuju aja #SyndromMahasiswaMauWisuda.

Gimana, udah pusing belum? Mari gue ajak ke pembicaraan yang lebih pusing lagi!

Sekarang gue mikir, jomblo atau pacaran itu kan hanya masalah status. Ketika kita hanya bercermin pada STATUS tanpa diikuti dengan niat menjaga diri dari lawan jenis, itu hanya akan menjadikan kita jomblo tapi deket sama banyak orang (uhuk, jiwa keakhwatan gue muncul).

Kayak gue misalnya, karena merasa aman dengan status jomblo, akhirnya gue terlena dan deket sama beberapa orang #sokpayu. Di sinilah sisi egois gue muncul, diajakin ‘iya’ sama salah satu nggak mau, tapi ditinggalin juga nggak mau. HAHAHA.

Gue sadar, yang terpenting adalah menjaga diri dari lawan jenis, bukan menjaga diri dalam kondisi jomblo. Ngakunya jomblo kalau kelakuannya udah kayak orang pacaran kan sama aja #bukangueloh.

Tapi, menjaga diri dari lawan jenis juga tidak lebih mudah dari mempertahankan status jomblo.

Kayak gini nih! Kalau gue udah suka dan deket sama seseorang, hati gue bilang itu jelek. Iya gue tahu, sebagai seorang muslimah kan harusnya gue menjaga hati. Tapi nggak bisa dipungkiri, separuh hati gue yang lain bilang, “Masak iya mau berhenti? Sayang loh udah sampai di sini, jatuh cinta itu anugerah”. Nah kan, galau lagi gue jadinya.

Jadi intinya. . .jujur gue juga bingung intinya apa. Tolong deh siapapun juga yang udah baca tulisan ini, bantu gue menyimpulkan pembicaraan random ini please =.=

Karena gue seorang penulis amatir yang baik yang tidak ingin menambah pembaca makin pusing, maka akan gue akhiri saja pembicaraan yang terlalu ribet dan berbelit-belit ini. Gue cuma berharap, setelah ini gue akan mengalami kejadian-kejadian yang akan memperjelas jati diri gue #sigh.      

Sabtu, 14 Juli 2012

Ketika Kita Disakiti

Pernah disakitin? Gimana rasasanya? Nyesek?
Kalau disakitin, kamu pengennya ngapain? What will you do?




Kalau aku sih pengennya bales nyakitin, kalau bisa LEBIH sakit lagi. PE-NGEN-NYA.

Geregetan sih soalnya, rasanya pengen bilang, "Dikira cuma kamu yang bisa bikin nyesek? Kamu bisa segini, aku bisa bikin kamu lebih nyesek dari ini!" Kalau mau sih bisa. KALAU MAU. Tapi kadang keinginan balas dendam itu terurungkan, karena. . .

Pertama
Akan sangat tidak dewasa apabila kita balas menyakiti orang yang telah menyakiti kita. Kita hanya akan menjadi sama tidak dewasanya dengan dia.

Kedua
Hal terbaik yang bisa kita lakukan kepada orang yang telah menyakiti kita adalah berbuat baik kepadanya. Beban moral yang harus ditanggung orang yang menyakiti itu lebih besar daripada orang yang disakiti. So, berbuat baik kepada orang yang telah menyakiti kita itu setidaknya akan membuat dia merasa bersalah.

Ketiga
Membuat dia menyesal telah menyakiti kita dengan menunjukkan bahwa kita terlalu berharga untuk disakiti. Tidak ada yang lebih memuaskan daripada melihat dia menyesal telah menyakiti kita.

Yuhuuu, sadis banget kayaknya postingan kali ini :D

Jumat, 13 Juli 2012

Karena Sahabat Tahu

Karena sahabat tahu mana senyum 'beneran' dan mana senyum 'pura-pura'


Ada sepasang sahabat, sebut saja A dan B. Suatu ketika A mendapati B sedang kelihatan galau.

Di posisi A
Nyesek loh rasanya ketika menanyai sahabat yang sedang kelihatan galau dan mendapat jawaban, "Aku nggak gapapa, kok". Pertama, karena seorang sahabat tahu bahwa sebenarnya kamu ada apa-apa. Kedua, merasa nyesek karena itu rasanya sahabat kita tidak percaya untuk bercerita kepada kita. Ketika kita berada di posisi A, sebenernya kita akan lebih senang jika B bercerita kepada kita.

Di posisi B
Terkadang ketika memiliki masalah, kita butuh waktu untuk sendiri dan tidak mau diganggu. Kita tidak mau bercerita kepada sahabat kita bukan berarti kita tidak percaya. Pertama, kita memang lagi pengen sendiri dulu. Kedua, kadang merasa tidak enak kalau harus mengeluhkan masalah di depan sahabat. Takut merepotkan.

Nah, sebenernya pemecahannya gampang. Agar tidak membuat si A merasa nyesek, si B setidaknya bisa mengatakan, "Besok aja deh aku cerita, sekarang lagi pengen diem dulu, hehe". Meskipun besok-besok nggak jadi cerita karena udah lupa, haha. Nggak usah takut merepotkan, karena seorang sahabat tentu akan siap membantu sahabatnya. Mending jujur aja, setidaknya itu bisa membuat si A sedikit tenang. Jangan justru mendiamkannya. Ngelihat temen sedih itu juga bikin 'nggak enak' loh.

Untuk A, jika si B tidak jujur dan tetap mengatakan 'gapapa' itu berarti dia memang lagi pengen sendirian. Ngertiin dia dan jangan dipaksa. Emang kadang nyesek sih dan serba salah mau bersikap seperti apa. Tapi sebagai sahabat, memang kita harus bisa mengerti sahabat kita, kan?