Rabu, 25 Juli 2012

Ketika Status Menggalaukanku




Kayaknya membicarakan satu kata ini emang nggak ada habisnya. Gue pernah bikin note dan cerpen khusus tentang masalah ini, tapi toh hasrat untuk membahas satu kata ini selalu muncul. Oh iya sebelumnya, gue lagi macak orang kota nih, jadi maklumin aja yee kalau pakai gue-elo.

Dalam note dan cerpen gue, gue muncul dengan segala argumen tentang status yang kayaknya emang sedang jadi trendsetter ini. Saking (kelihatannya) kekeuh banget sama status jomblo, sampai-sampai ada seseorang yang bilang kalau ilmu jomblo gue udah expert banget =.=

Tapi kemudian, gue jadi mikir, bisakah gue membuktikan minimal satu argumen ‘jomblo adalah pilihan’. Karena kenyataannya, gue belum pernah terjebak dalam suatu kondisi dimana prinsip kejombloan gue benar-benar tergoyahkan.

Selama ini, gue selalu berada dalam kondisi yang memiliki pengontrol untuk tetap berada dalam fase bebas (ehem, jomblo is freedom katanya). Entah itu karena gue nggak suka sama dianya. Entah itu karena dua hati yang sebenarnya saling menunggu, lama, tapi akhirnya mati tanpa tahu T-T
Entah itu karena gue suka tapi cuma diam-diam. Entah itu karena suka-sama-suka tapi dianya udah nggak sendiri (jangan ditiru yaaa). Entah itu karena sama-sama-suka tapi dianya telat nembak. Atau etcetera lah. Yang jelas, semua kondisi yang gue alami belum pernah BENAR-BENAR menggoyahkan status gue.

Nah, yang jadi pertanyaan adalah semisal ada kesempatan yang sangat amat memungkinkan dan gue udah sama-sama nyaman dengan seseorang, apakah iya gue tetep bisa MEMILIH untuk jomblo?

Sekarang gue jadi baru bener-bener ngerti maksud dari ‘jomblo itu nasib, kalau single itu prinsip’. Kata seseorang, jomblo itu nggak pacaran karena belum ada kesempatan, tapi single itu nggak pacaran karena dia memang berprinsip.

Sebagai sebuah analisa (egila bahasa gue sok amat), gue ambil kasus yang baru-baru ini gue alami. Kemarin gue sempet berada dalam kondisi dimana berat untuk berkata ‘tidak’ #ciieee #sok
Nggak berat-berat amat juga sih, cuma pas habis bilang ‘tidak’ itu rasanya jadi pengen nangis. Huaaaaa, gue pengen lebay nih jadinya. Saat itu gue baru sadar, kalau ternyata mempertahankan status jomblo juga bukan hal yang mudah. Oke, singkat cerita akhirnya gue bilang ‘tidak’. Dan singkat cerita, gue masih jomblo.

Yang jadi pertanyaan dari kondisi di atas : gue ini jomblo apa single?

Gue beneran bingung dengan prinsip apa yang sebenernya gue pegang selama ini. Sumpah, beneran deh saat ini gue mendadak galau #pfft.

Gue bukan tipe orang yang anti sama pacaran. Toh, nyatanya gue juga kadang pengen punya pacar.

Kalau gue dibilang single hanya karena kondisi yang udah pernah gue alami, bagi gue itu masih kurang menantang. Gue sekarang malah pengen diuji berada dalam kondisi yang benar-benar menggoyahkan status gue. Gue cuma pengen lihat, apa iya gue masih bisa tetep memilih sendiri?

Kesimpulan dari obrolan nggak jelas ini adalah gue sebenernya masih labil. Masih sangat amat labil. Noh, nyatanya gue belum tahu kan harus berpegang sama prinsip yang mana. Let it flow? Duh, klasik ini klasik -___-

*5 menit kemudian*

Oke, gini aja. Pada akhirnya, setelah garuk-garuk tengkuk, gue menetapkan untuk membuktikan argumen gue sendiri : jomblo adalah pilihan, gue jomblo karena memilih jomblo bukan karena nggak bisa punya pacar. Gue pengen jadi high quality jomblo #fight.

Eits, ini gue bicara dalam konteks pacaran, bukan nikah. Kalau nikah sih gue setuju-setuju aja #SyndromMahasiswaMauWisuda.

Gimana, udah pusing belum? Mari gue ajak ke pembicaraan yang lebih pusing lagi!

Sekarang gue mikir, jomblo atau pacaran itu kan hanya masalah status. Ketika kita hanya bercermin pada STATUS tanpa diikuti dengan niat menjaga diri dari lawan jenis, itu hanya akan menjadikan kita jomblo tapi deket sama banyak orang (uhuk, jiwa keakhwatan gue muncul).

Kayak gue misalnya, karena merasa aman dengan status jomblo, akhirnya gue terlena dan deket sama beberapa orang #sokpayu. Di sinilah sisi egois gue muncul, diajakin ‘iya’ sama salah satu nggak mau, tapi ditinggalin juga nggak mau. HAHAHA.

Gue sadar, yang terpenting adalah menjaga diri dari lawan jenis, bukan menjaga diri dalam kondisi jomblo. Ngakunya jomblo kalau kelakuannya udah kayak orang pacaran kan sama aja #bukangueloh.

Tapi, menjaga diri dari lawan jenis juga tidak lebih mudah dari mempertahankan status jomblo.

Kayak gini nih! Kalau gue udah suka dan deket sama seseorang, hati gue bilang itu jelek. Iya gue tahu, sebagai seorang muslimah kan harusnya gue menjaga hati. Tapi nggak bisa dipungkiri, separuh hati gue yang lain bilang, “Masak iya mau berhenti? Sayang loh udah sampai di sini, jatuh cinta itu anugerah”. Nah kan, galau lagi gue jadinya.

Jadi intinya. . .jujur gue juga bingung intinya apa. Tolong deh siapapun juga yang udah baca tulisan ini, bantu gue menyimpulkan pembicaraan random ini please =.=

Karena gue seorang penulis amatir yang baik yang tidak ingin menambah pembaca makin pusing, maka akan gue akhiri saja pembicaraan yang terlalu ribet dan berbelit-belit ini. Gue cuma berharap, setelah ini gue akan mengalami kejadian-kejadian yang akan memperjelas jati diri gue #sigh.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar