Senin, 01 Oktober 2018

NHW #9 IIP -- BUNDA SEBAGAI AGEN PERUBAHAN

Bismillah, ini adalah NHW terakhir. Antara seneng dan sedih. Seneng, karena alhamdulillah bisa mengikuti keseluruhan NHW, tapi sedih karena setelah ini kelas berakhir. Hiks. 

Di NHW terakhir ini, para matrikan diminta untuk membuat social venture berdasarkan dengan passion masing-masing. 

Passion saya ada di bidang menulis, sharing is caring. Saya merasakan bahwa menulis sangat bermanfaat bagi diri sendiri, salah satunya untuk 'terapi'. Selain bermanfaat bagi diri sendiri, ketika sudah menjadi tulisan dan dibaca orang lain, maka 'isi' dari tulisan kita bisa jadi juga bermanfaat untuk orang lain. 

Banyak orang, dari berbagai usia, yang  mungkin kesulitan menemukan tempat curhat. Mereka tidak terbiasa menulis. Project depan, saya ingin mengajak orang-orang di sekitar saya untuk menulis. Menulis hal yang paling sederhana, yaitu menulisan dirinya sendiri beserta pengalaman hidupnya. Lalu dari has tulisan-tulisan tersebut, saya ingin membuat buku. Buku yang berisi kolaborasi bersama orang-orang di sekitar saya. 

Mereka bisa mendapatkan manfaat dari menulis, dan orang lain bisa mengambil pelajaran dari tulisan kolaborasi kami. 

Rabu, 26 September 2018

Adaptasi yang (Tidak Pernah) Mudah


Adaptasi bagi seorang Hanif Amanati adalah proses yang tidak pernah mudah. Bukan pembenaran, tapi memang untuk orang dengan karakteristik MBTI Judging, they prefer more structured and decided lifestyle. Tertekan pada situasi yang berubah-ubah. Susah tune in, tapi sekali bisa tune in, susah lepasnya.

Sejak memutuskan hijrah ke Bintaro, sebenarnya sudah bisa diperkirakan bahwa hidup tidak akan semudah di Gunungkidul. Adaptasi daerah. Adaptasi aktivitas. Memulai lagi (kuliah) setelah sekian lama vakum (6 tahun) ternyata bukan sesuatu hal yang mudah. Setelah berbeda status, tanggungjawab, dan orientasinya. Ditambah tidak ada teman yang dikenal—bagi seorang introvert, it’s mean too much. Dan lagi harus ditambah drama-drama karena sempat cuti kuliah, misalnya: harus bawa-bawa kursi tiap mau masuk kuliah karena kursi tiap kelas terbatas hanya 40. Mayaaann.

Sudah bisa dipastikan, akan banyak perjuangan di sini. Akan semakin sedikit waktu untuk melakukan hal yang sangat menyenangkan, yaitu tidur. Bhahak.

Tapi, bukankah ciri makhluk hidup adalah beradaptasi? So, enjoy the proses. Memulai memang berat, tapi masih lebih berat menyelesaikan apa yang sudah dimulai.

Alhamdulillahnya, ada banyak hal yang membuat proses adaptasi saya menjadi mudah. Pertama, Mas Dian. Dah lah, apalah aku tanpanya. Wkwkwk. At least, Bintaro terasa rumah karena ada Mas Dian. Kedua, kontrakan yang nyaman. Betahlah saya nggak keluar rumah seharian, uhuuuyyy. Sebelas duabelas dengan suasana di Gunungkidul, sooo nggak terlalu sulit beradaptasi. Ketiga, dapet hibahan buku dari Iput. Alhamdulillah, membantu proses kuliah saya karena tidak perlu direpotkan dengan drama nyari pinjeman buku. Keempat, Allah kasih teman-teman yang Alhamdulillah bisa langsung nemu chemistry dari awal kenalan. Masya Allah. Kelima, waktu luang. Mmmm, sebenarnya tidak luang-luang amat sih, tapi bisa menghabiskan lebih banyak waktu di rumah adalah hal yang harus banget disyukuri dan dinikmati selama dua tahun ini.

Terlepas dari itu semua, Allah lah yang memberi kemudahan. Allah yang membuat saya langsung merasa Bintaro ini daerah sendiri, beda dengan pertama kali di Semarang yang merasa sangat asing. Allah yang membuat saya tidak pernah tertidur saat kuliah (dulu waktu D1 soalnya sering ketiduran, hahah) padahal ya sekarang aktivitas fisik lebih banyak, tidur lebih malam. Dan yang terpenting, Allah beri semangat kepada saya untuk belajar. Huhu. Terharu, dibandingkan yang lain yang masih muda dan bersemangat, saya yang paling tua di kelas ini paling tidak masih punya kemauan untuk belajar. Wkwk.

Selamat be-la-jar!

Sabtu, 22 September 2018

NHW #8 IIP -- MISI HIDUP DAN PRODUKTIVITAS

Tidak terasa sudah sampai NHW #8, Masya Allah. Sedihnya semenjak kuliah ini jadi nggak maksimal nyimak group karena ternyata kuliah jadwalnya justru tidak sefleksibel ketika kerja. Kuliahnya sih sebentar, efek setelahnya yang panjang (read : belajar dan ngerjain tugas).

Baiklah, mari memetakan aktivitas kuadran SUKA-BISA. Ada tiga aktivitas yang masuk dalam kategori ini, yaitu: menulis, beberes, dan baca buku.

Menulis
Aktivitas yang saya cinta banget, entah bagaimana saya bisa memiliki energi berlebih ketika melakukannya. Dulu waktu masih remaja sampai menjelang dewasa, saya berhasil menulis 5 buah buku (meskipun ke semuanya tidak dikomersialkan, benar-benar murni kepuasan batin). Tapi setelah menikah, saya tidak seproduktif dulu dalam kegiatan ini. Saya masih menulis, tapi hanya sekedar sharing. Bukan tulisan terkonsep seperti dahulu.
Be : mejadi penulis produktif
Do : banyak baca, banyak main, banyak cari pengalaman, banyak nulis
Have : memiliki "anak" kelima, keenam, ketujuh, dst

Beberes
Dalam mengurus rumah, beberes bagi saya tidak mengenal lelah. Sebenernya saya suka masak juga, tapi entah kenapa tidak bisa masak.
Be : bisa beberes dengan efektif dan efisien
Do : belajar ilmu beberes, misalnya konmari
Have : memiliki rumah yang tertata rapi

Baca buku
Saya suka membaca buku, tapi kelemahannya adalah saya hanya membaca buku-buku dengan tema yang saya sukai. Misalnya, ilmu persalinan, parenting, novel, dll. Saya tidak tertarik dengan ilmu-ilmu hukum, ekonomi, dll. Padahal jurusan kuliah saya sekarang erat kaitannya dengan ilmu ekonomi, manajemen, dll. Dan karena kuliah saat ini menjadi salah satu aktivitas pokok saya, maka BE DO HAVE akan saya jabarkan dari aktivitas kuliah ini.
Be : menjadi mahasiswa yang lulus dan mengantongi ilmu
Do : banyak baca buku/jurnal/berita, disiplin belajar, tidak menunda pekerjaan, no excuse
Have : berilmu

Well, that's it. Penjabaran dari aktivitas yang paling sering dilakukan saat ini. Naahh, selanjutnya. Apasih tujuan ke depan yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut?

Lifetime purpose : jelas, surga.

Strategic plan dalam 5-10 tahun : menjadi ibu, istri, dan perempuan yang bisa seimbang di ranah domestik maupun ranah publik.

New year solution : bisa melaksanakan peran sebagai istri dan mahasiswa dengan baik. Kalau mau tujuan spesifik? Tidak DO. Karena perkulihan ketat sekali, nilai kurang akan DO.

Kamis, 13 September 2018

NHW #7 IIP -- MENUJU TAHAPAN BUNDA PRODUKTIF

Masya Allah temanya, luarbiasa. Menuju Bunda Produktif. Matrikan diminta melihat potensi masing-masing dan mengelompokkan aktivitas berdasarkan kategori suka-bisa, suka-tidak bisa, tidak suka-bisa, dan tidak suka-bisa bisa. Dannnn...memang untuk menjadi produktif, kita harus bahagia dalam beraktivitas serta memaksimalkan potensi.



Berikut hasil dari analisis di temubakat.com dan so trueeeeee diskripsinya hehehe. Suka keteraturan, dan susah dengan situasi yang berubah-ubah.

Saat ini, aktivitas saya sehari-hari mencakup ngurus rumah dan kuliah. Dengan segala dinamikanya, sejauh ini masih berusaha beradaptasi. Dan berikut hasil pengelompokan aktivitas sehari-hari.


Kamis, 06 September 2018

NHW #6 IIP -- MENJADI MANAGER KELUARGA

Tugas kali ini, para matrikan diminta membuat jadwal harian berdasarkan dengan aktivitas yang penting dan aktivitas tidak penting. 

Ada satu aktivitas yang sangat mengganggu produktivitas, yaitu main handphone. Entah untuk buka WA, IG, atau hanya sekedar utak atik. Sekali pegang HP, bisa habis berjam-jam dan seringkali membuat pekerjaan lain tertunda. Saya rasa saya sudah terkena nomophobia, no mobile phone phobia. Jadi lengkeeetttt sekali dengan ponsel. Tantangan terbesar saya adalah mengurangi intensitas bermain dengan ponsel, karena jika hal ini berhasil maka aktivitas lain akan lancar. Karena selama ini, sebagian besar sudah berjalan. Hanya saja memang seringkali terganggu akibat kebiasan buruk yaitu nempel dengan ponsel yang akhirnya merembet ke menunda pekerjaan.

Setelah memilah aktivitas penting dan tidak penting, membuat kandang waktu, dan menyusun jadwal harian, maka salah satu car mengurangi ketergantungan dengan ponsel adalah dengan berkomitmen baru boleh pegang ponsel setelah pekerjaan utama terselesaikan. 

Minggu, 02 September 2018

NHW #5 IIP -- LEARNING HOW TO LEARN

Di NHW #5 Kali ini, tidak banyak instruksi seperti NHW sebelumnya. Kami para matrikan dibuat bingung dengan instruksi singkat 'tapi media pembelajaran'. Hmm, benar-benar diminta untuk menemukan bagaimana cara belajar untuk belajar.

Sedikit mereview ulang NHW #1 matrikan diminta menentukan jurusan ilmu, NHW #2 berisi tentang langkah konkret, NHW #3 berisi potensi diri, dan NHW #4 menyusun kurikulum. Nah, sepemahaman saya di NHW #5 ini matrikan diminta untuk menyusun rencana pembelajaran keseluruhan, berdasar NHW yang sudah dikerjakan sebelumnya. Ibarat guru, mereka selalu membuat rencana pembelajaran sebelum mengajar di kelas.

NHW #5 ini akan mudah jika NHW 1-4 selalu berhubungan. Sehingga ketika disusun, akan menjadi sebuah rencana pembelajaran yang lengkap. Mulai dari tujuan, metode, ilmu. Dan ketika kita mengetahui potensi diri, maka akan semakin mudah pula langkah kita.


Jumat, 24 Agustus 2018

NHW #4 IIP – MENDIDIK DENGAN KEKUATAN FITRAH


Masya Allah, sudah sampai pekan keempat ternyata. Dibandingkan dengan NHW sebelumnya, sepertinya NHW kali ini tugasnya semakin banyak. Hahaha. Setelah dibuat baper di NHW #3 minggu lalu, NHW #4 ini kami dituntut untuk segera move on dan menentukan banyak langkah.

Jadi di NHW #4 kali ini, kami diminta untuk melihat lagi apakah jurusan ilmu yang kami pilih di NHW #1 memang sudah benar-benar jurusan yang tepat, atau justru merasa salah jurusan. Macam anak kuliahan, banyak yang setelah mempelajari mata kuliah lalu baru menyadari bahwa mereka salah jurusan.

Bismillah, insha Allah saya tetap melanjutkan jurusan ilmu yang sudah saya pilih, yaitu ilmu agama. Hanya saja, harus lebih spesifik. Hidup kita di dunia sesungguhnya untuk menjalankan segala perintah-Nya. Hal-hal yang sering membuat kita khawatir, lelah, dan sebagainya sesungguhnya dikarenakan kita sedang mengejar dunia. Dan sepertinya, itu yang saya alami saat ini.

Ingin saya fokus pada ilmu parenting, mendidik anak, mencetak generasi yang luar biasa. Tapi lantas saya dihadapkan dengan kenyataan bahwa saya ibu bekerja. Sebagai PNS Kementerian Keuangan, dengan jam kerja full seharian, dan tempat kerja selalu berpindah-pindah. Lalu, apakah saya bisa? Rasanya pengen resign tapi masih banyak hal yang harus dipertimbangkan. Haruskah saya resign dan fokus pada parenting? Ataukah saya harus membuktikkan bahwa saya bisa menjadi pekerja yang sekaligus menjadi ibu yang berhasil mendidi anaknya? Sepertinya butuh perjalanan yang tidak singkat untuk menemukan jawabannya.


  1. Saya tetap memilih untuk belajar agama. Sejauh yang saya rasakan akhir-akhir, saya semakin semeleh. Semakin memiliki memiliki keyakinan bahwa tak perlulah mengejar dunia, yang terpenting kita melaksanakan apa yang Allah perintahkan. Semakin yakin juga bahwa saya harus resign, apalagi semenjak ikut IIP. Wkwk. Tapi sepertinya jalan masih panjang.
  2. Sudahkah konsisten dengan ceklist? Belum. DOOHHH, HANIF GIMANA SIH???? 
  3. Saya ingin menjadi orang yang bermanfaat, yang bisa memberikan inspirasi bagi orang-orang. Dalam hal : menjalani perani sebagai ibu yang juga bekerja (mungkin nanti bisa menjadi pejuang ASI yang menginspirasi, dll).U
  4. Untukbisa ahli di bidang tersebut, saya harus belajar : ilmu tentang kehamilan dan persalinan (Gentle Birth), ilmu tentang per-ASI-an (ingin gabung AIMI), ilmu tentang perawatan bayi, ilmu stimulasi tumbang anak.M
  5. Milestone: KM 0 – KM 1 (1 tahun) : menguasai ilmu seputar kehamilan dan persalinan
    KM 1 – KM 2 (1 tahun) : menguasai ilmu perawatan bayi dan stimulasi tumbuh kembang
    KM 2 – KM 3 (tahun-tahun berikutnya) : mempraktekkan ilmu parenting.
  6. Saya sudah memasukkan waktu untuk belajar dan membaca di indikator NHW #2. Lalu harus saya tambahkan bahwa saya harus ikut seminar, kelas-kelas diskusi, forum tatap muka minimal enam bulan sekali.
  7. Bismillah

Saya menyadari bahwa kurikulum yang saya buat ini masih jauh dari sempurna, kurikulum ini akan terus saya perbaiki, saya harus terus belajar, saya harus terus menyesuaikan diri. Semoga nanti saatnya saya benar-benar menemukan tujuan hidup sejati, yang akan terus diperjuangkan.

Jumat, 17 Agustus 2018

NHW #3 IIP -- MEMBANGUN PERADABAN DARI RUMAH

Katanya, orang LDR itu justru banyak kangennya dan tiap ketemu bisa quality time. Sepertinya ini terjadi pada saya. Karena komunikasi lebih sering lewat tulisan, jadi lebih mudah pula mengungkapkan perasaan. Lebih sering bilang kangen, lebih sering bilang sayang. Kalau ketemu juga seringnya isinya manis-manis, entahlah mungkin karena masih menuju tahun ketiga pernikahan. Tapi semoga seterusnya begini.

Dan, mumpung lagi ketemu suami. Sekalian ngasih suratnya, hehe. Here it is. Begitu baca suami malah ngeciein dan lanjut ketawa, tapi setelahnya, "Sini, kucium." Lalu cium kening lama. Moon maap para single. Hehehe.

Untuk Mas Dian, ayahnya Uwais yang superb. 

Masih inget nggak, Mas, waktu dimana kita bener-bener bingung harus mengambil banyak pilihan di waktu yang singkat? Sampai rasanya mbuh banget waktu itu. Dengan kondisiku masih mual muntah karena awal kehamilan dan kamu sariawan parah sampai demam. Waktu itu kita nangis bareng di dapur kontrakan, lalu ketawa karna udah saking bingungnya nggak tahu harus gimana. Menyedihkan sekali rasanya waktu itu, tapi alhamdulillah semua sudah terlewati. 

Aku pernah bilang kepada seorang teman, "Nggak ngerti lagi apa jadinya kalau nggak ada Mas Dian. Nggak ngerti lagi apa jadinya kalau suamiku bukan Mas Dian." Dan aku pernah bilang sama kamu, "Aku dititipi Uwais, karena suamiku kamu." 

Ya, Allah mentipkan Uwais yang spesial di rahimku, karena aku didampingi suami yang juga spesial. Dan itu, kamu. 

Perjalanan kehamilan kemarin bukan sesuatu yang mudah, tapi denganmu, aku bisa melewatinya. Yaaa, meski penuh dengan air mata, wkwk. 

Terima kasih telah sabar. Terima kasih sudah mengatakan, "Ditanya apa sama orang-orang? Kalau ada yang aneh-aneh bilang, ya!" Hanya demi menjaga agar hatiku tidak disakiti oleh omongan orang. Kamu tau lah, aku anaknya memang super sensitif. 

Terima kasih sudah jadi suami dan ayah yang penyayang dan ngemong banget. Terima kasih sudah selalu berusaha  memberikan yang terbaik untuk keluarga. Terima kasih sudah selalu mengutamakan agama setiap mengambil tindakan. Terima sudah rela PP Jakarta-Jogja tiap minggu Demi aku. Terima kasih kemarin sudah rela PP bintaro-jakpus-bintaro-jakpus lagi cuma demi nganterin istrinya ke  kampus. Kamu rela berkorban banget demi nyenengin istri, nggak paham lagi 😭😭😭

Sehat-sehat terus ya, Mas. Kehilanganmu adalah ketakutan terbesarku saat ini. Cukuplah Uwais yang duluan ke surga, Mas jangan dulu. Sama-sama aku dulu di dunia. Dan semoga kelak, kita juga sama-sama di surga. Berkumpul lagi satu keluarga. 

I love you, Mas Dian. Cieee. Wkwkwk.

Yaaa begitulah isi suratnya hehehe. Saya merasakan bahwa kehadiran Uwais, semakin menguatkan cinta saya pada suami #CIEEE.

Uwais adalah anugerah indah bagi kami. Anak yang kuat, anak yang penurut, anak soleh yang insha Allah sudah menunggu di surga. Betapa saya terkagum dengannya yang mendengarkan seluruh afirmasi positif saya. Sejak dalam kandungan hingga dia tiada.

"Uwais, ayah sama ibuk jangan dilimpe (ditinggal pergi tanpa pamit) ya, Le," pesan saya ketika melihat kondisinya sudah semakin menurun, tapi kami terlalu lelah dan ngantuk. Saya tidur sebentar, lalu bangun. Dia ngompol, lalu saya gantiin, saya lap pula tubuhnya biar seger, sekalian ganti baju. Setelahnya dia gumoh, lalu saya angkat, saya timang-timang, dan tak lama setelahnya, seusai subuh dia kembali ke pangkuan-Nya. Betapa di detik-detik terakhir pun dia masih menuruti apa yang saya minta. Entahlah bagaimana rasanya jika dia meninggal saat kami tertidur.

Ah, jadi rindu. Hehehe. Allah begitu luar biasa. Dan NHW #3 ini benar-benar bikin baper. Hahaha.

Well, saya rasa cukup haru birunya. Next, masih ada dua poin ya harus dibahas di NHW #3. Yaitu potensi diri. Kata orang batas toleransi saya itu tinggi. Jadi apa yang membuat orang tersinggung, belum tentu membuat saya tersinggung. Ya sih, saya ini nggak bisa marah, bisanya diam memendam. Lalu nangis, eh. Hehe. Saya punya empati tinggi, perasa, peduli dengan orang lain. Dan ini membuat saya selalu ingin membahagiakan semua orang. Saya sering menjadi orang yang dicurhati banyak orang. Di keluarga juga. Ibu jika ingin menasehati adek, pasti minta saya. Adek jika ingin ini itu, pasti minta tolong saya buat ngomong ke bapak ibu. Dan di keluarga besar juga seperti itu. Saya termasuk orang yang sering diminta tolong, terutama juga dalam hal finansial. Alhamdulillah suami pun mendukung.

Dalam half finansial ini, sebenarnya ada yang ingin saya ubah cara pandangnya dari keluarga dan lingkungan saya. Keluarga saya sebagian besar PNS, dan masih beranggapan bahwa sukses itu ya jadi PNS. Selepas kuliah ya harus kerja. Jadi perempuan ya tetap harus mandiri secara finansial.

Ini yang sebenarnya ingin saya ubah, saya ingin keluarga besar saya menghargai bahwa perempuan yang sekolah tinggi dan bercita-cita menjadi ibu rumah tangga pun tidak layak untuk dipandang sebelah mata.

Kamis, 09 Agustus 2018

NHW IIP #2 - MENJADI PEREMPUAN PROFESIONAL


Saya ingat, beberapa tahun lalu saya pernah menulis sebuah paragraf pendek tentang cewek harus bisa. Kebetulan tulisannya masih ada, bisa dicek di Cewek Harus Bisa

Memang yaa, menjadi perempuan itu harus serba bisa. Terlebih, nantinya perempuan akan menjalankan banyak peran. Sebagai perempuan itu sendiri, sebagai anak, sebagai menantu, sebagai istri, dan sebagai ibu. Sungguh bukan peran ‘taken for granted’, bukan peran yang layak dijalani dengan ‘yaudahlah dijalani aja, nanti juga terbiasa’. Sungguh harus ada visi misi, dan peran-peran tersebut harus dijalani dengan sadar.

NHW #2 kali ini membahas tentang indikator-indikator profesionalisme perempuan sebagai individu, istri, dan juga ibu. Yaps, kita sendiri yang harus menyusun indikator itu. Mungkin terlalu banyak keinginan, harus bisa ini harus bisa itu harus bisa semuanya. Maka dengan indikator inilah, semua akan menjadi lebih jelas dan realistis.

Setiap indikator harus disusun dengan SMART. Specifik (unik), Measurable (terukur), Achievable (bisa diraih), Realistic (berhubungan dengan kondisi sehari-hari), Timebond (batas waktu). Tidak perlu muluk-muluk, yang penting istiqomah dipraktekkan dan diharapkan nantinya menjadi kebiasaan yang dapat membawa perubahan lebih baik.

Well, berikut hasil indikator profesionalisme perempuan versi saya.

Sebagai Individu
Berhubung di NHW #1 saya memilih ilmu agama Islam sebagai jurusan yang saya pilih, maka untuk indikatornya saya isi dengan hal-hal yang bisa membuat saya lebih baik dalam agama.



Sebagai Istri
Dalam Islam, seorang istri diwajibkan untuk taat kepada suami, bermuka manis dan selalu menyenangkan suami, menjaga harta dan kehormatan, serta tidak melakukan hal yang membuat murka suami.



Sebagai Ibu
Nah, ini mungkin yang masih ngawang-ngawang karena belum benar-benar praktek ngurus anak. Jadilah, indikator yang saya buat yang sekiranya bisa saya lakukan sejak masih promil. Pendidikan anak dimulai sejak seorang suami memilih istri, bukan? *ngeles, wkwk

Sebagai anak dan menantu
Saya tambahi satu indikator lagi, hehehe. Semoga saya selalu ingat untuk terus berbakti kepada orang tua, pun juga mertua. Semoga saya terus sadar bahwa suami saya selamanya milik ibunya. Saya…jadi milik Allah aja >.<



Kata mbak fasil, yang terpenting adalah terlaksana. Bukan tentang seberapa keren kegiatan, tapi mulailah dengan kegiatan sederhana yang penting bisa dilaksanakan terus menerus. Menurut teori, sebuah kegiatan akan menjadi kebiasan jika dilakukan terus menerus selama 66 hari, atau kurang lebih dua bulan. Maka indikator ini saya susun untuk dua bulan ke depan, dan nantinya akan dievaluasi lagi, untuk dibuat indikator baru. Bismillah.




Selasa, 31 Juli 2018

NHW IIP #1 – ADAB MENUNTUT ILMU


Ketika ada pertanyaan, “Satu jurusan ilmu apakah yang akan anda tekuni di universitas kehidupan ini?” sejujurnya membuat saya berpikir. Terlalu banyak sebenarnya yang ingin saya pelajari, hahaha ketauan anaknya gampang pengen. Tapi saya yakin, bahwa sebenarnya keinginan seseorang itu bisa berubah seiring dengan apa yang dia alami. Saat SD SMP, saya suka Matematika dan ingin memperdalam ilmu matematika. Saat SMA, saya senang menulis dan ingin memperdalam ilmu menulis. Selepas kuliah, saya tertarik bidang pendidikan dan kesehatan, tapi nyatanya jurusan kuliah saya tidak sejalan. Saat sudah bekerja, saya lebih tertarik ke bidang kesehatan keluarga dan parenting, dan akhir-akhir ini saya ingin belajar keuangan lebih dalam.

Harusnya saya bisa fokus, menentukan muara dari segala keinginan saya #tsaahh

Saya jadi ingat dengan sebuah judul bukul “Masuk Surga Sekeluarga” dan segala kalimat-kalimat lain yang intinya sama, sama-sama di dunia dan sama-sama di surga. Dulu, saya iya-iya aja dengan kalimat itu, tidak begitu mengena. Tapi semenjak saya kehilangan anak saya beberapa bulan yang lalu, entah kenapa “Masuk Surga Sekeluarga” itu menjadi teramat dalam maknanya bagi saya. Saya harus masuk surga, keluarga saya harus masuk surga, karena hanya dengan cara itulah kami bisa berkumpul bersama-sama lagi. Mungkin motivasi saya bisa jadi salah, masuk surga karena ingin bertemu lagi dengan anak saya, tapi intinya banyak sekali PR besar agar saya bisa menjadi orang baik agar nantinya saya menjadi salah satu orang yang terdaftar sebagai penghuni surga.

Lalu tentang saya yang lagi futur. Tentang akhir-akhir ini saya banyak merenungi ‘ini hanya dunia’. Tentang jawaban suami saat saya tanya tentang value keluarga, yaitu syariah (nggak paham juga maksudnya, wkwk, ya Allah ketauan ini nggak pernah diskusi yang berat-berat -___-)

Lalu, akhirnya, sudah saya putuskan. Bismillah. Satu jurusan ilmu yang akan saya tekuni di universitas kehidupan ini adalah : ILMU AGAMA. Mendalami Islam. Mungkin ini terdengar sangat berat, dan saya juga masih begini adanya, nggak banyak tahu tentang agama. Tapi saya rasa, satu ilmu itulah yang akan mendekatkan saya ke tujuan, yaitu surga.

Saya bukan orang yang paham agama, ilmu agama saya sungguh masih sangat cetek. Solat pun jarang sekali tepat waktu, astagfirullah. Itulah mengapa, saatnya sekarang saya belajar untuk berubah. Bahwa apapun yang akan pelajari nanti, apapun langkah yang akan saya ambil nanti, harus ada hal yang sangat mendasar yaitu agama.

Setelah ini saya harus mulai menyusun target-target, semacam mutabaah yaumiyah mungkin. Langkah-langkah yang harus saya lakukan untuk memperdalam ilmu agama saya. Membaca buku, menghadiri majelis ilmu, mendengarkan kajian bersama suami dilanjutkan diskusi.

Satu hal terpenting yang harus saya tanamkan untuk memperdalam jurusan ilmu yang saya pilih ini adalah : ISTIQOMAH. Bersungguh-sungguh dan konsisten.

Bismillah! Deg-deg an euy, amanah besar ini :)