Minggu, 20 Januari 2013

On The Phone



Her
Demi Neptunus, sejak pagi sampai matahari panasnya udah hampir kena ubun-ubun aku cuma gelindingan di kasur natapin ponsel yang nggak berdering-dering. Bosen dan nyebelin. Punya pacar satu aja nggak tahu juntrungannya. Semalem yang harusnya kita pergi nonton, batal gara-gara hujan deres banget. Dan sekarang, belum ada kabar sama sekali sejak aku buka mata. Great!

Jadi, baiknya aku menghubungi dia atau nggak? Sebenernya pengen tahu banget dia kemana dan lagi apa, tapi males kan, dia aja nggak ngehubungin aku dari tadi. No say hi. Duuhh, aku udah komat-kamit sendirian sambil musatin pikiran ke ponsel yang ada di atas bantal.

Call me, call me, call me, please. Kali ini aku berharap banget dia nangkap radarku.


Dan tanpa kuduga semesta berkonspirasi menciptakan sebuah keajaiban yang sangat nyata.Tiba-tiba aja ponselku berdering melantunkan nada under cover, yang  jelas-jelas aku setting hanya untuk sebuah nama. Dia. Aaaa, Tuhaaankuuu!

“Halo,” sapanya setelah aku nerima panggilanmu.

Duhh, megap-megap deh baru denger suaranya aja. Langsung kupeluk boneka beruang pemberiannya.

“Halo?” sapanya lagi, nada suaranya berasa sedang mastiin aku ada di sini atau nggak.

Hihi, sengaja nggak langsung ngejawab sih, rasain.

“Cha?” panggilnya sekali lagi.

“Ngerasa separuh banget,” aduku.

Kemudian terdengar derai tawanya yang khas di ujung sana. “Kangen ya?”

Banget. Batinku.

“You wish!” tapi itulah yang terucap, gengsi dong ngaku.

Dan dia ketawa lagi. “Ya udah kalau nggak mau ngaku, asal jangan ngambek aja ya!”

“Ngambek kok!” jawabku sok ketus, padahal udah pengen melting aja denger suaranya yang keliatan sabar banget ngadepin aku yang kayak anak kecil ini.

“Nggak nyesel nih? Di luar sana banyak yang ngantri pengen aku telpon, dan kamu yang beruntung cuma pengen ngambek aja, hmm?”

“Tu kaaaaan!” kataku nggak terima.

Iya sih kalau udah ngomongin beruntung, semua orang nganggap aku ini cewek paling beruntung bisa dapetin Ketua OSIS macam si Rio ini, yang praktis sainganku sebenernya bejibun.

“Ya udah, jangan ngambek dong!” suaranya masih sabar banget, ya ampuun.

“Cinta dulu!” pintaku manja. Gatau bawaan dari mana, tiap kali udah sama dia aku bawannya pengen manja mulu.

“Jangan ngambek dong, cintaa.”

“Yeesss!”

Dan dia ketawa lagi di ujung sana. “Dasar kamu! Maaf yaa, lagi sibuk bikin konsep acara untuk serah terima jabatan Ketua OSIS yang baru, jadi baru sempet say hello sekarang.”

Duh, Tuhan, tadi dia bilang apa? Sibuk bikin konsep acara? Jadi ngerasa bersalah nih tadi udah mencak-mencak nggak jelas, padahal dia lagi mengemban tugas mulia. Aaa, maaf ya, Rio, tapi jadi makin sayang deh!

“Udah selesai? Ya udah, lanjut ntar aja kalau gitu,” kataku kemudian.

“Udah beres, tinggal discuss sama Bu Winda besok. Di rumah, kan? Aku ke situ aja gimana?”

Hah? Ke rumah? Perasaan tadi pagi aku nggak mandi kembang juga, kenapa jadi beruntung banget? Tadi kan cuma minta ditelpon doang, ya ampuuun, nggak nolak kalau ini. Nggak bakal nolak.

“Serius? Ya udah, ke sini ajaaaaa!” Aku histeris.

Dia ketawa lagi, nyadar kali ya aku tadi keliatan seneng banget.

“Wait for me, darl,” katanya di seberang sana.

AAAAAA! Hobi banget dia bikin aku speechless gini. Aku cuma tersenyum tanpa bisa menjawab, dia tertawa sekali lagi dan mematikan sambungan. Hari ini, kamarku terasa lebih sejuk dari biasanya.
***

Him
If loving you is a wrong, I don’t want to be right. Aku tahu sebenenernya aku bego banget.

“Yaaa, semacam opportunity cost sih, Yo. Kalau ada dua pilihan, A dan B, untuk mendapatkan A aku harus mengorbankan B. Kuliah di Aussie emang masih rencana, tapi kalau memang terlaksana, yah mau gimana lagi, aku ninggalin kesempatan buat kuliah di sini,” kamu menoleh ke arahku, “ninggalin kesempatan buat bareng kamu.”

Lalu kamu senyum gitu aja. Senyum yang kayak magnet, dan menarik tanganku untuk bergerak membelai pipimu.

“Kamu emang dewasa banget,” pujiku.  

Kamu senyum lagi. “Nanti kan kamu jadi nggak perlu repot-repot membagi waktu. Eh, atau mungkin udah ada yang ketiga?” Kamu kemudian tertawa, dan aku merasa tersindir. Sial!

“Ngomong-ngomong, aku telpon dia dulu ya. Takut dia curiga, dari pagi belum say hello sama sekali,” kataku minta ijin. Sebenernya nggak usah ijin, kamu pasti nggak bakalan ngelarang. Aku tahu, kamu ngerti banget posisimu.

Kamu mencibir, memanyunkan bibirmu. “Tetep ya, resikooooo!”

Aku menggerakkan tanganku untuk mengacak puncak kepalamu. “Kamu ini lho, kan aku tetep menempatkan kamu sebagai prioritas pertama.”

“Iya iyaaa, gih telpon dulu!”

Aku senyum, sambil tidak mengalihkan pandangan darimu. Kamu yang juga lagi senyum ke arahku, penuh pengertian. Kenapa aku harus kenal Acha lebih dulu? Batinku.

Aku ngedipin mata dua kali, kalau nggak, sampai nanti aku tetep bakalan terbius sama senyumanmu, garis wajahmu yang lembut, dan tatapan matamu yang meneduhkan. Aku menghadap ke arah depan sambil mendekatkan ponselku ke telinga. Tadi sebelumnya udah mencet tombol angka satu, speed dial untuk dia, yang ada di seberang sana.

“Halo,” sapaku saat dia menerima panggilanku padahal nada sambung baru sekali terdengar.

Tapi kok nggak ada jawaban?

“Halo?” sapaku sekali lagi.

Aku lalu senyum sendiri, pasti sengaja nih. Kebiasaan. “Cha?” panggilku lagi.

“Ngerasa separuh banget,” katanya dengan nada penuh pengaduan.

Aku ketawa, nah kan iya, dia emang nggak bakalan betah didiemin. “Kangen ya?” tanyaku menggoda, sambil melirik kamu yang ada di dekatku. Kamu terlihat menunduk memainkan jari-jari tanganmu.

“You wish!” sekarang nada suaranya berubah jadi ketus, sok ketus sebenernya. Hahaha, padahal aku tahu banget, dia lagi kangen pakai banget sama aku.

“Ya udah kalau nggak mau ngaku, asal jangan ngambek aja ya!” rayuku, seperti biasa.

“Ngambek kok!”  

Dasar, dia memang seperti anak kecil. “Nggak nyesel nih? Di luar sana banyak yang ngantri pengen aku telpon, dan kamu yang beruntung cuma pengen ngambek aja, hmm?”

“Tu kaaaaan!” katanya seperti nggak terima.

Aku ketawa dalam hati. See? Sebenernya gampang meluluhkan gadis itu.

“Ya udah, jangan ngambek dong!”

“Cinta dulu!” mintanya manja.

Sebelum mengabulkan permintaannya, aku melirikmu. “Jangan ngambek dong, cintaa,” rayuku kemudian untuk Acha yang ada di seberang.

Kamu refleks menoleh ke arahku seperti tidak terima, tapi aku langsung meraih tanganmu. Menggenggamnya. Dan kamu senyum lagi. Untung gampang diatasin juga!   

“Yeesss!” teriakan Acha terdengar nyaring di speaker ponsel.

Aku ketawa lagi. Kalau aja aku sekarang lagi sama Acha, dia pasti seperti anak kecil yang mendapatkan sebuah balon setelah merengek. Tapi, gimana pun juga aku suka dengan cara Acha bersikap manja kepadaku. Dan juga suka dengan dewasanya Dea.

“Dasar kamu! Maaf yaa, lagi sibuk bikin konsep acara untuk serah terima jabatan Ketua OSIS yang baru, jadi baru sempet say hello sekarang,” kataku.

Adalah gampang bagiku membuat alasan untuk berbohong. Semua orang akan percaya jika seorang Ketua OSIS sepertiku sibuk dengan urusan keorganisasian. Dan Acha, dia sangat pengertian dengan kesibukanku.

“Udah selesai? Ya udah, lanjut ntar aja kalau gitu,” jawabnya.  

Tuh kan iya!

“Udah beres, tinggal discuss sama Bu Winda besok. Di rumah, kan? Aku ke situ aja gimana?” Aku melemparkan sebuah penawaran yang aku tahu dia tidak akan menolak.

“Serius? Ya udah, ke sini ajaaaaa!”

Dugaanku memang selalu tepat. Nada suaranya terdengar riang sekali, membuatku tidak bisa menahan untuk nggak ketawa.

“Wait for me, darl,” ucapku kemudian.

Aku nunggu satu detik, tapi nggak ada jawaban dari seberang sana. Siapa mau bertaruh? Aku yakin Acha lagi pengen loncat-loncat di kasur sambil teriak-teriak geje saking senengnya. Aku ketawa lagi, lalu menekan tombol merah untuk memutuskan sambungan.

“Dan aku harus ngalah lagi.” Kamu berdecak kesal. Aku menoleh ke arahmu yang sedang manyun-manyun itu. Bikin senyum ngeliat kamu kayak gitu.

“Aku udah dari tadi pagi loh di sini, Dea.”

Kamu kemudian memandangku sambil tersenyum, seperti biasa lagi. “Gih buruan! Kalau ketauan, aku juga yang repot. Bisa kena sembur si Acha ntar.”

Dan kami ketawa bareng. Aku lantas mengusap rambutmu. “Aku pamit ya, hon.”

Kamu mengangguk penuh pengertian. Well done untuk hari ini!
***

Gimana, masih percaya sama yang di sana? ;)

-THE END-















Tidak ada komentar:

Posting Komentar